BRIEF.ID – Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, memberikan perpanjangan waktu selama 90 hari kepada platform media sosial asal Tiongkok, TikTok untuk memenuhi persyaratan sebelum akhirnya dilarang di AS. Trump akan dilantik sebagai Presiden AS, pada 20 Januari 2025.
Pada Jumat (17/1/2025), Mahkamah Agung AS menolak permintaan TikTok untuk menunda larangan operasional jaringan sosial tersebut di AS, yang efektif berlaku pada 19 Januari 2025. Perusahaan tersebut beralasan bahwa larangan tersebut melanggar kebebasan berbicara yang dijamin oleh Konstitusi AS.
Gedung Putih menyatakan, keputusan akhir terkait nasib jaringan sosial asal Tiongkok itu, di AS sebaiknya dibuat oleh pemerintahan baru yang dipimpin oleh Trump mengingat batas waktu pemberlakuan larangan tersebut.
Menanggapi keputusan Mahkamah Agung dan Gedung Putih, Trump mengatakan kepada CNN akan mengambil keputusan sendiri.
“Saya rasa itu adalah salah satu opsi yang tentu akan kami pertimbangkan. Perpanjangan 90 hari kemungkinan besar akan dilakukan, karena itu tindakan yang tepat. Anda tahu, itu memang tepat. Kami harus memeriksanya dengan hati-hati. Ini adalah situasi yang sangat besar,” ujar Trump dalam wawancara dengan NBC News, sambil menambahkan bahwa keputusan akhir akan diumumkan pada Senin (20/1/2025).
Pada April 2024, Presiden AS yang sedang menjabat, Joe Biden, menandatangani undang-undang yang mewajibkan TikTok untuk dialihkan ke kendali perusahaan Amerika Serikat, dengan ancaman larangan operasional di negara tersebut, yang dapat mulai berlaku pada 19 Januari 2025.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh RIA Novosti, Trump meminta Mahkamah Agung untuk menunda larangan terhadap jaringan sosial asal Tipngkok itu agar dapat menyelesaikan sengketa setelah dilantik pada 20 Januari 2025.
TikTok adalah aplikasi video pendek yang dimiliki oleh perusahaan Tiongkok, ByteDance, dan dirilis pada tahun 2018.
Jaringan sosial ini berada di bawah pengawasan ketat otoritas AS yang khawatir bahwa pemerintah Tiongkok dapat meminta data pengguna atau menggunakan aplikasi tersebut untuk menyebarkan propaganda.
Perusahaan pemilik TikTok telah berulang kali menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kekhawatiran ini. TikTok memiliki sekitar 170 juta pengguna di AS. (Ant/nov)