BRIEF.ID – Deklarasi tentang Pemberantasan Perdagangan Manusia Akibat Penyalahgunaan Teknologi (TPPO) sangat diperlukan untuk melindungi kepentingan masyarakat ASEAN. Sebab para korban perdagangan manusia tidak hanya dari Indonesia, juga negara-negara Asia Tenggara lainnya.
“Kasus perdagangan manusia ini tidak hanya dirasakan oleh Indonesia walaupun fokus peristiwanya terjadi di negara seperti Myanmar, Kamboja, dan Filipina. Korbannya adalah masyarakat ASEAN,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Teuku Faizasyah, seperti diberitakan Antara, Jumat (12/5/2023).
Ia mengatakan, deklarasi para pemimpin ASEAN yang disampaikan pada KTT ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), 10-11 Mei 2023 sangat penting karena kejahatan lintas negara ini makin berkembang pada era maraknya teknologi dan media sosial.
Para pemimpin ASEAN, lanjutnya, telah menghasilkan sedikitnya 10 dokumen selama KTT ke-42 ASEAN, di mana salah satu di antaranya adalah Deklarasi tentang Pemberantasan Perdagangan Manusia Akibat Penyalahgunaan Teknologi.
Dalam deklarasi itu, para pemimpin ASEAN sepakat untuk memperkuat kerja sama dan koordinasi dalam pemberantasan perdagangan manusia dengan meningkatkan kapasitas penegak hukum dan lembaga terkait masing-masing negara anggota untuk menyelidiki dan mengumpulkan data dan bukti.
Para pemimpin ASEAN juga sepakat meningkatkan kapasitas hukum untuk mengidentifikasi korban, mendeteksi, dan mengadili kejahatan, melakukan latihan dan operasi terkoordinasi bersama, serta penyelidikan bersama terkait TPPO dan kejahatan transnasional lainnya
“Pelaksanaannya akan dilakukan pejabat-pejabat yang secara teknis menangani itu, yaitu kepolisian, imigrasi, cyber crime, dan lain lain. Semua itu akan bergerak lebih terkoordinasi karena sudah ada fatwa,” kata Faizasyah.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa pemberantasan perdagangan manusia harus ditindaklanjuti dan dia mengajak negara-negara ASEAN untuk menindak tegas para pelaku utamanya.