BRIEF.ID – Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara saat ini sedang mengkaji dengan para pihak terkait penyelesaian utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) “Whoosh.”
Menurut CEO BPI Danantara yang juga Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Perkasa Roeslani, kajian penyelesaian utang menyangkut aspek finansial, situasi keuangan konsorsium, dan keberlanjutan operasional proyek diperkirakan rampung sebelum akhir 2025.
“Dalam penyelesaian utang, tentu kami tidak hanya menghitung dari sisi finansial, tetapi juga berkoordinasi dengan Pemerintah Tiongkok. Penting, karena proyek ini merupakan bagian dari program Presiden Tiongkok Xi Jinping,” kata Rosan di Kantor Kementerian Investasi dan Hilirisasi Jakarta, Jumat (17/10/2025).
Rosan mengungkapkan, pembahasan dilakukan Indonesia bersama Pemerintah Tiongkok melalui National Development and Reform Commission (NDRC), mengingat proyek KCJB merupakan bagian dari program kerja sama strategis Indonesia dan Tiongkok.
Pemerintah Indonesia menetapkan proyek KCJB sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) yang pembangunannya dimulai pada 2016 dan beroperasi pada Oktober 2023. Total nilai investasi proyek ini mencapai US$ 7,27 miliar , termasuk pembengkakan biaya sebesar US$ 1,2 miliar.
Sekitar 75% dari total investasi dibiayai melalui pinjaman pada China Development Bank (CDB) dan dikelola konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang terdiri atas PSBI dengan porsi kepemilikan saham 60% dan China Railway Group sebesar 40%.
Adapun pemegang saham PSBI terdiri atas empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT KAI dengan kepemilikan 58,5%, PT Wijaya Karya 33,4%, PT Jasa Marga 7,1%, dan PT Perkebunan Nusantara VIII sebesar 1,03%.
Pada tahun 2024, PSBI mencatat kerugian sekitar Rp 4,2 triliun dan hingga Semester I-2025 merugi Rp 1,63 triliun. Nilai rugi bersih PSBI yang dikontribusikan ke KAI sebesar Rp 951,5 miliar. (nov)