Beda, Penghitungan Angka Kemiskinan Bank Dunia dan Nasional

BRIEF.ID – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengajak seluruh elemen bangsa untuk memahami secara cermat angka kemiskinan Indonesia, yang dirilis Bank Dunia, baru-baru ini.

Amalia mengatakan, angka kemiskinan 60,3% yang disebut Bank Dunia tidak bisa disamakan begitu saja dengan perhitungan nasional Indonesia karena menggunakan standar dan metodologi berbeda.

“Kita perlu bijak dalam memaknai angka yang disampaikan oleh Bank Dunia mengenai kemiskinan yang 60,3% itu,” ujar Amalia dikutip dari laman resmi Presiden RI, Kamis (1/5/2025).

Ia menjelaskan, angka tersebut didasarkan pada standar upper middle class Bank Dunia, yaitu sebesar 6,85 US$ per kapita per hari dalam Purchasing Power Parity (PPP) dengan tahun dasar 2017.

Oleh karena itu, nilai tukarnya tidak bisa langsung dikonversi ke kurs saat ini.

“Artinya, kita tidak bisa langsung mengonversi dengan nilai tukar saat ini karena itu adalah nilai tukar PPP dengan base year 2017, makanya angka konversinya akan berbeda,” jelasnya.

Amalia juga menekankan bahwa Bank Dunia sendiri tidak mewajibkan penerapan garis kemiskinan global oleh seluruh negara. Sebaliknya, masing-masing negara dianjurkan untuk menetapkan garis kemiskinan nasional yang disesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi setempat.

“Global poverty line yang ditetapkan oleh Bank Dunia itu tidak sekonyong-konyong harus diterapkan oleh masing-masing negara karena secara bijak tentunya masing-masing negara itu harus bisa memiliki national poverty line yang diukur sesuai dengan keunikan maupun karakteristik dari negara tersebut,” tuturnya.

Di Indonesia, Amalia menjelaskan bahwa penghitungan angka kemiskinan dilakukan berdasarkan garis kemiskinan di setiap provinsi, yang mencerminkan perbedaan standar hidup antardaerah. Data dari seluruh provinsi kemudian diakumulasi menjadi angka kemiskinan nasional.

“Standar hidup di Provinsi DKI tidak sama dengan standar hidup misalnya di Provinsi Papua Selatan. Dan Provinsi DKI maupun Provinsi Papua Selatan memiliki garis kemiskinan yang berbeda-beda,” kata Amalia.

Ia menegaskan kembali bahwa angka kemiskinan dari Bank Dunia sebaiknya dijadikan referensi semata, bukan acuan utama dalam penentuan kebijakan nasional.

“Dengan demikian, mari kita lebih bijak untuk memaknai dan memahami angka kemiskinan yang dikeluarkan oleh Bank Dunia karena itu bukanlah suatu keharusan kita menerapkan, tetapi memang itu hanya sebagai referensi saja,” kata dia. (nov)

Share post:

Subscribe

spot_imgspot_img

Popular

More like this
Related

Jadi Sorotan AS, Transaksi QRIS Justru Melonjak 151,70% pada Mei 2025

BRIEF.ID - Bank Indonesia (BI) melaporkan transaksi pembayaran digital...

IHSG Ditutup Melemah 139 Poin

BRIEF.ID – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan...

Perang Iran-Israel, SBY: Dunia di Ambang Malapetaka

BRIEF.ID – Presiden ke-6 Republik Indonesia (RI) Susilo Bambang...

SPIEF 2025, Panggung Diplomasi Strategis Indonesia

BRIEF.ID - Forum Investasi Rusia St  Petersburg International Economic...