BRIEF.ID – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan dua syarat yang ditawarkan pemerintah terkait perpanjangan kontrak izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia (PTFI) di tambang Grasberg, Papua.
Kedua syarat itu adalah penambahan saham pemerintah sebanyak 10% dan pembangunan smelter di Papua.
“Pemerintah sedang memikirkan untuk melakukan perpanjangan tetapi dengan penambahan saham di mana pemerintah akan menambah saham kurang lebih 10 persen,” kata Bahlil dalam paparan realisasi investasi triwulan I – 2023 di Jakarta, Jumat (28/4/2023).
Bahlil mengungkapkan dalam beberapa waktu terakhir pemerintah tengah membahas kemungkinan perpanjangan kontrak Freeport.
Sebagai bagian kesepakatan divestasi saham PTFI kepada Pemerintah Indonesia melalui PT Inalum (Persero) atau MIND ID pada 2018, PTFI telah mendapatkan kepastian hukum dan kepastian berusaha dengan mengantongi perpanjangan masa operasi 2×10 tahun hingga 2041.
Namun, PTFI mengidentifikasi potensi sumber daya mineral di tambang Grasberg masih dapat dimonetisasi hingga lebih dari 2041. Selain telah menjadi milik Indonesia dengan kepemilikan saham 51%, pemerintah menilai kinerja keuangan PTFI semakin membaik.
“Bahkan dalam laporan Freeport kepada pemerintah, 2024 itu potensi utang BUMN dalam mengambil alih Freeport itu kemungkinan akan lunas pada 2024,” jelas Bahlil.
Bangun Smelter
Bahlil juga mengemukakan syarat lain yang ditawarkan pemerintah yakni soal dibangunnya smelter di Papua. Sebagai putra Papua, menurut dia, pembangunan smelter di Papua merupakan bentuk keadilan dan pemerataan ekonomi bagi warga setempat.
Bahlil menjelaskan pertimbangan pemerintah untuk memberikan perpanjangan pengelolaan bagi Freeport salah satunya karena untuk menjaga agar produksi tambang tidak menurun.
Produksi konsentrat Freeport per tahun mencapai 3 juta ton, di mana 1,3 juta ton diolah di smelter lama dan sisa 1,7 juta ton akan diolah di smelter baru mereka yang saat ini tengah dibangun.
“Konsentrat ini akan habis di tahun 2035, itu sudah mulai menurun produksinya karena cadangannya mulai habis. Cadangan sekarang yang mereka produksi itu hasil eksplorasi tahun 90an. Eksplorasinya itu butuh 10-15 tahun. Kalau tidak kita perpanjang sekarang, maka di 2035 itu dapat dipastikan sampai tahun 2040 Freeport tutup,” katanya.
“Kalau Freeport tutup, siapa yang rugi? Ini Freeport bukan lagi punya Amerika, sekarang punya Indonesia, 51% sahamnya,” tegas Bahlil.
Mantan Ketua Umum Hipmi itu juga mengungkapkan dengan nilai valuasi Freeport saat ini yang telah mencapai US$ 20 miliar, Indonesia sudah mengantongi untung sekitar US$ 10 miliar atau setara Rp150 triliun dengan kepemilikan saham 51%.
“Masak kita aset begini mau kita matikan?” katanya
No Comments