BRIEF.ID – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diminta untuk serius menyikapi data dari Kementerian Kesehatan yang menyebutkan 1,5 persen penduduk Jakarta mengalami depresi.
Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Yudha Permana mengatakan bahwa Jakarta saat ini masuk salah satu provinsi dengan angka depresi cukup tinggi di Indonesia. Bahkan, menurut Yudha, angka depresi Jakarta lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka rata-rata nasional yang hanya 1,4 persen.
Maka dari itu, Yudha menyarankan Pemprov Jakarta untuk memperkuat semua layanan kesehatan terkait kejiwaan, sehingga angka depresi Jakarta bisa ditekan.
“Ini harus menjadi semangat untuk evaluasi kinerja seluruh petugas di Puskesmas dan Dinas PPAPP,” tuturnya di Jakarta, Rabu (3/12).
Yudha berpandangan bahwa puskesmas juga memiliki peran strategis dan menjadi garda terdepan untuk melakukan deteksi dini warga yang depresi, penyuluhan dan melakukan edukasi agar tidak ada warga berusia di atas 15 tahun yang mengalami gangguan kesehatan jiwa akibat depresi.
Selain itu, layanan health promotion yang ada di Puskesmas juga harus menjangkau persoalan sehari-hari warga seperti di antaranya tekanan pekerjaan, masalah sekolah, kondisi lingkungan, hingga bullying.
“Jadi petugas harus aktif dan memberikan penyuluhan dan edukasi karena banyak masalah muncul dari tekanan di pekerjaan, sekolah, atau lingkungan,” katanya.
Sementara itu, untuk deteksi dini, menurut Yudha, Pemprov Jakarta bisa melakukan hal tersebut melalui jejaring Dasa Wisma (DAWIS).
Dia menjelaskan bahwa Jakarta memiliki sekitar 77.000 kelompok DAWIS yang bisa mengidentifikasi gejala awal gangguan psikososial di tingkat RT dan RW.
“DAWIS menjadi kekuatan besar untuk mendeteksi dini kondisi warga karena mereka bersentuhan langsung di lingkungan,” ujar Yudha.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan telah mengungkapkan bahwa penduduk berusia di atas 15 tahun yang mengalami depresi di Jakarta ada sebanyak 1,5 persen atau di atas rata-rata nasional.
“Terkait data gangguan depresi, rata-rata nasional 1,4 persen, DKI Jakarta sedikit lebih tinggi, 1,5 persen,” kata Ketua Tim Kerja Deteksi Dini dan Pencegahan Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA Direktorat Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kementerian Kesehatan, Yunita Arihandayani dalam seminar daring di Jakarta, Jumat (21/11).
Adapun masalah kesehatan jiwa pada usia di atas 15 tahun masuk ke dalam peringkat kedua dari 10 penyakit tertinggi.
Provinsi Jawa Barat tercatat memiliki prevalensi penduduk dengan angka masalah kesehatan jiwa paling tinggi, yakni 4,4 persen atau di atas rata-rata nasional yakni 2 persen.
“Secara nasional rata-ratanya 2 persen. DKI Jakarta sedikit lebih tinggi, 2,2 persen,” kata Yunita yang menambahkan bahwa angka itu merujuk Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023. (ayb)


