Pakar Teknologi Informasi ITB Ungkap Berbagai Keanehan pada Rekapitulasi Suara

March 27, 2024

BRIEF.ID – Pakar Teknologi Informasi (TI) dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Hairul Anas Suaidi ungkap berbagai keanehan pada rekapitulasi suara Pemilu 2024 yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia.

Anas menyatakan, seharusnya semua pasangan calon (paslon) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 seharusnya menggugat KPU RI ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Keanehan pertama ditemukan pada sistem Sirekap yang masih terus mengalir datanya. Padahal KPU sudah melakukan pengumuman hasil rekapitulasi suara pemilu pada 20 Maret 2024,” kata Anas dalam acara Speak Up di YouTube Channel Abraham Samad, yang dipantau Rabu (27/3/2024).

Selain itu, proses rekapitulasi tidak full dilakukan secara digital, tetapi ada yang dalam bentuk PDF sehingga sulit terbaca atau dievaluasi dalam rangka memantau hasil penghitungan suara manual berjenjang.

Anas menyampaikan, data dalam bentuk PDF menunjukkan ada sesuatu yang disembunyikan, karena menyulitkan atau tidak mudah dianalisa dengan sistem oleh tim paslon atau Caleg yang ingin menggugat hasil Pemilu 2024.

Terkait dengan itu, lanjutnya, seluruh paslon seharusnya menggugat KPU RI atas rekapitulasi suara yang sarat keanehan, bahkan mengalami error dan menghasilkan data yang tidak sinkron.

Pasalnya, keanehan yang ditemukan baik pada sistem Sirekap maupun penghitungan manual berjenjang akan mempengaruhi integritas dan legitimasi suara pemilu.

“Kalau menurut saya nih seharusnya semua paslon menuntut KPU, karena saya yakin angkanya berbeda termasuk untuk paslon 2 ya,” kata Anas.

Seperti diketahui, hingga batas akhir pengajuan permohonan sengketa hasil pemilu ke MK pada Senin (25/3/2024), hanya paslon nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, serta paslon nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, yang mengajukan permohonan dengan menggugat KPU.

Sementara itu, paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menyatakan, menerima hasil Pemilu 2024 yang diumumkan KPU. Prabowo-Gibran dinyatakan memenangkan Pilpres 2024 satu putaran, dengan perolehan suara sekitar 58%.

Anas mengungkapkan, sistem rekapitulasi yang bermasalah dan ditemukan banyak keanehan, termasuk Sirekap yang datanya baru mencapai 80% justru mengotori kemenangan paslon nomor urut 2.

Prabowo-Gibran seharusnya tetap menuntut KPU meskipun dinyatakan sebagai paslon yang memenangkan Pilpres 2024.

“Iya seharusnya menuntut KPU, karena itu bisa dianggap mengotori kemenangan. Saya sebenarnya menunggu paslon nomor urut 2 menuntut KPU, tapi sampai hari terakhir sepertinya enggak ada pengajuan di MK,” ungkap Anas.

Dia menilai, jika tidak mengajukan permohonan dan dalam proses persidangan di MK terbukti ada error pada sistem rekapitulasi suara yang memengaruhi hasil Pemilu yang telah diumumkan KPU, maka paslon nomor urut 2 dapat dianggap atau diasumsi turut berkontribusi atau menikmati kesalahan tersebut.

Partisipasi
Anas mengungkapkan, keanehan lain yang ditemukan pada data pada Sirekap adalah partisipasi masyarakat untuk Pilpres lebih tinggi dari Pemilu Legislatif (Pileg).

Hal ini lagi-lagi menunjukkan ada data yang tidak sinkron karena ada gap yang cukup besar antara pemilih yang mencoblos untuk Pilpres dan Pileg. Anas menilai hal ini pun menjadi masalah karena jika terjadi selisih atau gap yang begitu besar, maka hasil pemilu legislatif pun harus dipertanyakan apakah dapat melegitimasi hasil Pemilu 2024.

“Kesannya suara Pileg tidak dipakai, cuma suara Pilpres. Kalau kita lihat bahwa partisipasi di Pileg itu jauh lebih rendah daripada Pilpres, padahal yang intensif ketemu pemilih kan Caleg, maka ini juga aneh,” ungkap Anas.

No Comments

    Leave a Reply