Menkeu: Faktor Geopolitik Sulitkan Pemulihan Ekonomi

April 7, 2023

BRIEF.ID – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, faktor geopolitik dan geo-ekonomi  menyulitkan proses pemulihan ekonomi.

Dalam proses  akhir penanganan pandemi Covid-19, muncul sebuah dinamika risiko baru, yaitu suasana geopolitik yang berubah karena Perang Ukraina yang terjadi sejak  Februari 2022  masih mengalami eskalasi.

“Di dalam perjalanan kita juga melihat konstelasi geopolitik menjadi makin mengeras antara Amerika Serikat  dengan  Republik Rakyat Tiongkok,” kata Menkeu dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2023 seperti dilansir Antara, Jumat (7/4/2023).

Ia mengatakan,  konflik AS-Tiongkok lebih berkaitan masalah geo-ekonomi dibandingkan masalah politik atau militer. Adanya konstelasi ini membuat global supply-chain  (rantai pasok globa) berubah, sehingga banyak keputusan di level ekonomi dan  perusahaan dipengaruhi faktor geo-ekonomi.

Ia mencontohnya,  pada Kamis (6/4/2023,  AS disebut mengusulkan Inflation Reduction Act. Jika dilihat dari judul undang-undangnya, lanjut dia, terlihat berfokus untuk menurunkan inflasi di AS.

Namun, konten dari legislasi itu sangat jelas untuk melakukan de-globalisasi yang berarti mengembalikan semua investasi ke AS sehingga Negeri Paman Sam tak tergantung kepada negara seperti Tiongkok yang selama ini memiliki hubungan perdagangan dan investasi di berbagai  sangat baik.

Dua raksasa ekonomi akan sangat mempengaruhi bagaimana arus modal bergerak karena tak lagi ditetapkan oleh hanya insentif ekonomi, namun juga insentif dari sisi keamanan, dan itu diberikan subsidi yang luar biasa.

“Makanya Pak Bahlil (Menteri Investasi) nanti bisa mengatakan konstelasi untuk menarik investasi di dalam geopolitik ini juga harus diperhatikan karena ini fakta yang harus kita hadapi,” jelas Menkeu.

Dalam situasi seperti ini,  seluruh kalkulasi menjadi berubah mengingat faktor geopolitik dan geo-ekonomi menciptakan ketidakpastian ekonomi sehingga mendorong harga komoditas menjadi tinggi.

Di satu sisi, kenaikan harga komoditas memang menguntungkan Indonesia yang akhirnya mendorong perekonomian tanah air lebih cepat pulih dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) kembali sehat.

Disebutkan, jika melihat seluruh kurva komoditas seperti harga gas dan batu bara yang meningkat lalu kembali drop, memberikan implikasi pada perekonomian Indonesia. Salah satu contohnya adalah lonjakan harga Crude Palm Oil (CPO) karena minyak goreng yang berasal dari bunga matahari yang diproduksi di Ukraina hilang atau tidak ada, sehingga permintaan  minyak goreng dari CPO melonjak tinggi.

“Jadi kita bisa melihat bagaimana perang geopolitik mempengaruhi secara langsung dan kadang-kadang dampaknya sangat terasa oleh masyarakat. Komoditas pangan  seperti kedelai, gandum dan jagung menjadi mahal karena Ukraina dan Rusia adalah produsen komoditas-komoditas itu,” kata Menkeu.

No Comments

    Leave a Reply