BRIEF.ID – Indeks di Wall Street ditutup menguat di mana indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite berhasil mencetak pada rekor tertinggi baru, pada penutupan perdagangan di Bursa Saham New York (NYSE), Amerika Serikat (AS), Rabu (10/7/2025) waktu setempat.
Penguatan dipimpin kenaikan pada saham sektor chip yang mengindikasikan masih tingginya permintaan chip didorong oleh Artificial Intelligence (AI), meskipun dibayang-bayangi ketidakpastian atas pemberlakuan tarif.
Pemerintah Brasil mengecam ancaman tarif Trump sebesar 50% yang akan berlaku efektif, pada 1 Agustus 2025 dan berjanji memberikan tanggapan proporsional, sehingga memicu beberapa kekhawatiran atas perang dagang antara AS dan Brasil.
Sementara itu, data initial claims AS pekan lalu turun menjadi 227 ribu dari 232 ribu di pekan sebelumnya, mengindikasikan pasar tenaga kerja AS yang masih solid.
Mayoritas indeks di bursa Eropa ditutup menguat, kecuali Jerman. Investor menantikan kesepakatan dagang antara AS dan Uni Eropa. Tingkat inflasi tahunan di Jerman pada Juni 2025 turun menjadi 2% dari 2.1% di Mei 2025, dan merupakan level terendah dalam delapan bulan terakhir. Selain penurunan harga energi yang berkelanjutan, inflasi harga pangan khususnya melambat. Namun kenaikan harga jasa di atas rata-rata terus mendorong inflasi.
US 10-year Bond Yield cenderung stabil di level 4,346%. Harga emas naik 0,1% ke level US$ 3,317 per troy oz. Harga minyak melemah pada Kamis (10/7/2025), karena investor mempertimbangkan potensi dampak tarif Presiden Trump terhadap pertumbuhan ekonomi global.
Risalah rapat FOMC bulan Juni 2025 yang dirilis Rabu (9/7/2025) menunjukkan sikap sebagian besar pejabat bank sentral AS yang menghendaki pemangkasan suku bunga, pada tahun ini.
Sikap ini diperkirakan akan berdampak inflasi dari tarif dipandang hanya sementara atau moderat. Meskipun mayoritas pelaku pasar tidak memperkirakan pemangkasan suku bunga pada Juli, peluang penurunan suku bunga 25 basis poin pada September meningkat menjadi 64%, menurut FedWatch milik CME Group.
Presiden The Fed St. Louis Alberto Musalem menyatakan bahwa dampak tarif impor terhadap inflasi mungkin baru akan terlihat pada akhir tahun ini atau bahkan hingga 2026. Hal itu menjadi alasan mengapa pejabat The Fed masih berhati-hati dalam mengambil keputusan suku bunga. (nov)