BRIEF.ID – PT Universal Pharmaceutical Industries (Unipharma) mengadukan BPOM ke Ombudsman. Aduan itu buntut pencabutan izin cara pembuatan obat yang baik (CPOB) Unipharma oleh BPOM.
“Iya, mengadukan BPOM ke Ombudsman atas pencabutan izin CPOB (cara pembuatan obat yang baik),” kata pengacara Unipharma, Hermansyah Hutagalung, di Bareskrim Polri, Kamis (10/11/2022).
Hermansyah mengatakan, aduan itu akibat langkah sepihak yang diambil BPOM. Mestinya, kata dia, BPOM lebih dulu membuka ruang diskusi untuk membicarakan perihal pencabutan izin tersebut.
“Kita minta kepada Ombudsman, tolong lah apa saksi administrasi ini diberikan ruang untuk berdiskusi, apakah penarikan CPOB itu sudah tepat,” tutur dia.
Pencabutan izin itu berdampak besar bagi Unipharma. Dia mengeklaim, perusahaan milik kliennya itu merugi hingga miliaran rupiah.
“Bisa sampai Rp 200-an miliar. Kenapa? Per bulan itu 1 juta obat itu hanya Unibebi, di luar dari itu ada banyak hal ketika itu dihitung penghasilannya termasuk merek nya hancur. Saya bisa pastikan bahwa hari ini kerugiannya bisa sampai ratusan miliar karena semua obat sudah di tarik,” jelas Hermansyah.
BPOM mengumumkan membawa dua industri farmasi (IF) ke ranah pidana karena kasus obat sirop dan kaitannya dengan kasus gagal ginjal akut pada anak. Selain mempolisikan, BPOM juga memberi sanksi kepada dua perusahaan itu.
“Sanksi administrasi (berupa) pencabutan sertifikasi CPOB untuk obat cairan. Dengan demikian izin edar kedua industri farmasi tersebut dicabut,” kata Kepala BPOM Penny Lukito dalam jumpa pers, Senin (31/10/2022).
Kedua industri tersebut dibawa ke jalur pidana terkait dengan penggunaan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di atas batas aman. Kandungan EG dan DEG dibawa oleh pelarut bernama propilen glikol.
Kedua perusahaan itu ialah PT Universal Pharmaceutical Industries (Unipharma) dan PT Yarindo Pharmatama. (kumparan)
No Comments