BRIEF.ID – Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) usut tuntas berbagai kekeliruan yang ditimbulkan aplikasi Sirekap. Langkah tegas diperlukan demi legitimasi hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, baik Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres).
Sirekap atau Sistem Informasi Rekapitulasi adalah aplikasi yang dikembangkan KPU dinilai banyak mengindikasikan adanya kecurangan, yang menggerus integritas Pemilu.
“Ini sangat tidak sehat, tidak fair, dan mengancam Pemilu dan Pilpres yang jujur dan adil,” kata Todung di Jakarta, Jumat (16/2/2024).
Todung menyatakan, TPN Ganjar-Mahfud sudah melaporkan kejanggalan ini kepada KPU dan Bawaslu.
“Kami minta kepada Bawaslu untuk melakukan investigasi supaya publik tidak dicurangi. Bawaslu yang fungsi pengawasan berkewajiban untuk melakukan investigasi itu,” kata Todung.
Hal senada juga diungkapkan Wakil Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Firman Jaya Daeli. Firman menyatakan, pada Senin (12/2/2024) TPN secara resmi telah mengingatkan KPU dan Bawaslu mengenai adanya kejanggalan serius.
“Keseriusan TPN untuk mengingatkan KPU dan Bawaslu sudah kami mulai sejak dua hari sebelum Pemilu, bahwa kami menemukan ada kejanggalan serius yang terstruktur, sistematis, dan massif (TSM),” jelas Firman.
Firman mengungkapkan, sedikitnya ada tiga kejanggalan serius pada sistem Sirekap. Pertama, pada hari pemungutan suara, ada suara yang belum di-input dari Tempat Pemungutan Suara (TPS), tapi sudah nampak di Sirekap.
“Artinya, mesinnya sudah bekerja, sudah terencana,” tegas dia.
Kedua, melebihi daftar pemilih tetap (DPT). Rata-rata DPT terdapat 300 suara, tapi hasilnya bahkan ada yang ratusan ribu.
Ketiga, ada TPS yang jumlahnya di bawah 200 DPT.
“Hasilnya dibuat sedemikian rupa sehingga menguntungkan pihak 02,” kata Firman.
Sementara itu, Wakil Direktur Eksekutif Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Finsensius Mendrofa mempertanyakan surat resmi yang dilayangkan TPN sebelum hari pemungutan suara.
“Kalau seandainya Bawaslu merespon pengaduan kami, pada tanggal 12 Februari, maka tidak seharusnya terjadi gonjang-ganjing Sirekap itu terjadi. Kami menyayangkan sikap itu,” kata Finsensius.
Politisi PDI Perjuangan Aria Bima mengingatkan, KPU agar tidak main-main dengan suara rakyat.
“Rakyat yang telah memberikan suara di TPS ingin mengetahui bahwa suaranya berarti. Buktikan Bawaslu dan KPU di seluruh tingkat tidak main-main dengan suara rakyat,” kata Aria Bima.
Ia secara tegas mengingatkan KPU dan Bawaslu bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan.
“Main-main dengan suara rakyat tidak hanya menyalahi hukum, tapi juga dosa. Vox Populi Vox Dei,” ujarnya.
Ia berharap KPU secepatnya menindaklanjuti kecerobohan yang dilakukan saat ini. “Apakah cukup hanya permohonan maaf? Itu kan pernyataan saja, kita perlu sikapnya seperti apa,” kata Aria Bima
Diaudit dan Dipertanggung Jawabkan
Deputi Kanal Media TPN, Karaniya Dharmasaputra yang berpengalaman di bidang financial technology menyayangkan sikap KPU yang tidak mengantisipasi situasi kegaduhan ini secara serius.
Dikatakan, Sirekap dan sistem online KPU berfungsi sangat strategis untuk menjamin transparansi dan mencegah terjadinya Pemilu dengan tingkat kecurangan yang Terstruktur, Sistematis, dan Massif (TSM).
“Desakan terpenting kami adalah transparansi data sangat menentukan legitimasi pemilu ke depan,” kata Karaniya.
TPN, lanjutnya, melihat banyak sekali kejanggalan yang tidak seharusnya terjadi pada sistem milik negara. Teknologi yang digunakan Sirekap menurutnya menggunakan optical character recognition (OCR) dan optical mark recognition (OMR) yang bukan teknologi baru.
“Teknologi OCR dan OMR bukan teknologi baru, sudah banyak digunakan di bidang perbankan dan lain sebagainya. Itu teknologi yang sudah mature (matang). Kami sangat sangat terheran-terheran sebuah sistem yang dikembangkan oleh negara untuk event Pemilu yang penting dan sensitif, bisa sedemikian ngaconya dan error-nya,” jelas Karaniya.
Kejanggalan selanjutnya menurut Karaniya adalah tidak beroperasinya laman KPU pada hari penyelenggaraan Pilpres.
“Kami terheran-terheran kok bisa website KPU di hari pencoblosan bisa down seharian. Seharusnya hal semacam itu bisa dihindari,” lanjutnya.
Sebagai praktisi di bidang teknologi informasi, Karaniya mempermasalahkan standar-standar yang seharusnya disiapkan KPU. Misalnya, semestinya ada redundant system dan recovery system, sehingga ketika suatu laman down, pengguna bisa dialihkan ke disaster recovery site.
“Teman-teman media perlu menggarisbawahi bahwa kita harus telusuri ini dengan sangat serius. Apalagi ketua KPU sudah mengakui adanya kesalahan input,” kata Karaniya.
Ia juga mendesak dilakukannya investigasi terhadap kejanggalan-kejanggalan yang terjadi dalam proses Pilpres 2024.
“Kami mendesak segera dimulai audit investigasi oleh pihak yang independen terhadap sistem IT (information technology) KPU secara end-to-end. Di Indonesia banyak perusahaan IT yang dapat melakukan audit dengan mudah dapat ditunjuk,” jelasnya.
Karaniya juga mendesak DPR serius mengawasi kejanggalan yang terjadi saat ini. “Kami juga menghimbau DPR untuk menjalankan fungsi pengawasannya, yaitu memanggil KPU untuk mengurai kejanggalan-kejanggalan,” tegas Karaniya.
Transparansi publik sampai ke tingkat lembar C1 harus dijamin validitasnya dan harus dapat diakses media maupun warganet.
”TPN berharap kejanggalan yang TSM ini segera diaudit agar rakyat meyakini legitimasi Pemilu,” kata dia.
No Comments