BRIEF.ID – Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo – Mahfud MD, Todung Mulya Lubis, mengecam pernyataan sepihak Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia Hasyim Asy’ari terkait pelaksanaan undang-undang yang mengatur debat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) peserta Pilpres 2024.
Todung menilai KPU RI seharusnya berpegang pada peraturan yang telah ditetapkan, yaitu pelaksanaan debat peserta Pilpres 2024 akan digelar sebanyak lima kali, yang terdiri atas tiga kali debat capres dan dua kali debat cawapres.
“Pernyataan Ketua KPU Hasyim Asy’ari yang mengatakan bahwa debat capres akan dilakukan dengan menghadirkan capres dan cawapres dalam 5 kali acara debat, menurut saya bukan saja menyimpang dari ketentuan yang diatur dalam pasal 277 UU No 7/2017 tentang Pemilu junto Pasal 50 PerKPU Nomor 15/2023, tetapi juga akan menghilangkan kesempatan publik untuk menilai secara utuh kualitas cawapres, yang akan menjadi orang Nomor 2 di republik ini,” kata Todung di Jakarta, Sabtu (2/12/2023).
Pada kenyataannya, hingga kini KPU belum mendapatkan kesepakatan dengan para tim kontestan Pilpres 2024 terkait format debat. Megacu hasil rapat bersama pada Rabu (29/11/2023), kesepakatan seluruh pihak baru menyangkut waktu dan lokasi debat.
Alhasil, pernyataan Ketua KPU terkait tidak ada debat antarcawapres dianggap keputusan sepihak. Bahkan, Anggota KPU August Mellaz juga meluruskan informasi itu kepada media.
Dua Poin Keputusan
Todung menegaskan, bahwa keputusan mengenai debat Capres-Cawapres baru menghasilkan 2 poin keputusan terkait jumlah dan lokasi debat. “Terkait pernyataan Ketua KPU Hasyim Asyari yang beredar di Media bahwa Debat Cawapres ditiadakan sebenarnya tidak sesuai dengan keputusan forum Bersama,” tambah Todung.
Di sisi lain, Todung menilai debat khusus antar Cawapres sangat dibutuhkan publik. Menurutnya, masyarakat perlu mengetahui secara pasti kualitas, kecerdasan, dan komitmen para cawapres yang akan menjadi pemimpin negara ini. Oleh sebab itu, debat antar cawapres itu perlu dan wajib dilakukan.
“UU Pemilu memang tak menjelaskan pemisahan debat capres dan cawapres, selain mengatakan bahwa debat akan dilakukan sebanyak 5 kali. Tetapi penjelasan pasal 277 UU Pemilu menegaskan bahwa debat itu terdiri atas 3 kali debat capres dan 2 kali debat cawapres,” jelas dia.
Diakui bahwa capres dan cawapres adalah dwi tunggal yang tak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Namun rakyat tetap berhak mengetahui kualitas, pengetahuan, komitmen, dan kesiapan cawapresnya. Sebab, bukan mustahil dalam keadaan di mana presiden tak bisa menjalankan fungsinya, wakil presiden yang akan mengambil alih tugas dan fungsi sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.
“Di sini wakil presiden bukan semata-mata ban serep. Wakil presiden adalah pemimpin. Terus terang, saya menyayangkan kalau KPU memutuskan debat antar cawapres murni (tanpa didampingi capres) ditiadakan,” ujarnya.
Todung mengatakan, KPU seharusnya melihat arti penting dan strategis debat antar-cawapres agar rakyat tidak memilih kuncing dalam karung.
“Kembali saja kepada format yang sudah diatur dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 dan PerKPU Nomor 15 Tahun 2023. Ketua KPU atau KPU tak berwenang mengubah apa yang ditulis dalam UU Pemilu. KPU hanya pelaksana UU, bukan lembaga yang bisa mengubah UU. Kalau KPU hendak mengubah UU maka KPU harus meminta pemerintah dan DPR mengubah UU Pemilu,” tegas dia.
Ia berharap, KPU menghargai hak rakyat untuk mengetahui siapa cawapres yang akan dipilihnya. KPU jangan sekali-kali mengurangi hak rakyat untuk mengetahui kualitas, pengetahuan, komitmen, dan kesiapan cawapres yang akan dipilihnya.
“Hanya dengan demikian kita akan memberikan integritas kepada pilpres yang akan kita adakan,” pungkas Todung.
No Comments