BRIEF.ID – Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) akhirnya memutuskan kembali memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (Bps) atau 0,25% menjadi 3,5%-3,75%.
Gubernur The Fed, Jerome Powell, mengatakan pemangkasan suku bunga acuan atau Fed Funds Rate (FFR) tersebut, sejalan dengan fokus The Fed untuk menstabilkan pasar tenaga kerja. Hal itu, telah melalui pembahasan mendalam disertai perdebatan, namun kemudian disepakati dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC)
Menurut Powell, pemangkasan suku bunga sebesar 25 Bps didasarkan pada pertimbangan mulai meredanya dampak kebijakan tarif resiprokal yang diusung Presiden Donald Trump, dan kondisi pasar tenaga kerja yang membutuhkan stimulus dari kebijakan moneter.
“Kami menormalisasi posisi kebijakan untuk membantu menstabilkan pasar tenaga kerja sambil menggerakkan inflasi menuju 2% saat dampak tarif sudah mereda,” kata Powell dalam konferensi pers usai rapat FOMC, pada Rabu (10/12/2025) malam waktu setempat atau Kamis (11/12/2025) dini hari WIB.
Untuk peluang pemangkasan suku bunga lanjutan di Tahun 2026, Powell menyampaikan The Fed akan tetap mengambil sikap berhati-hati, dan mengambil kebijakan monetger sesuai perkembangat an ekonomi.
Dia menjelaskan, perekonomian AS menghadapi dua masalah yang terjadi secara bersamaan
Pasalnya, saat kebijakan moneter mendorong pr dan sangat rumit untuk diselesaikan, yaitu pasar tenaga kerja memburuk sedangkan inflasi justru meningkat.
Dalam situasi tersebut, lanjut Powell, suku bunga acuan sebagai alat kebijakan terpenting The Fed hanya bisa membantu menstimulasi pasar tenaga kerja atau mengendalikan harga, tidak keduanya dalam sekaligus.
tumbuhan lapangan kerja, maka dapat meningkatkan inflasi. Sebaliknya, saat fokus menjaga inflasi tetap rendah, maka pasar tenaga kerja bisa melemah.
“Situasi ekonomi saat ini sebagai sesuatu yang menantang. Anda hanya punya satu alat. Anda tidak bisa melakukan dua hal sekaligus.” tutur Powell.
Government Shutdown
Dalam konferensi pers, Powell mengungkapkan penutupan pemerintahan atau government shutdown, yang menyebabkan tertundanya rilis data ekonomi resmi, termasuk data ketenagakerjaan dan, inflasi, telah membuat prospek ekonomi yang dinilai The Fed menjadi kabur.
Terkait dengan itu, The Fed juga menggunakan data pihak ketiga dalam membuat kebijakan moneter. “Sangat sedikit data inflasi yang dirilis pemerintah sejak pertemuan kami (FOMC) pada Oktober 2025” ujar Powell.
Dia menjelaskan, meski tidak sehandal data pemerintah, data dari pihak ketiga tetap mengonfirmasi ekspektasi The Fed mengenai melemahnya pasar tenaga kerja dan meningkatnya inflasi. Kombinasi sulit ini Powell menyebutnya sebagai ‘situasi yang menantang’.
“Meskipun data penting dari pemerintah federal untuk beberapa bulan terakhir belum dirilis, data publik dan swasta yang tersedia menunjukkan bahwa prospek ketenagakerjaan dan inflasi tidak berubah,” kata Powell. (jea)


