BRIEF.ID – Koordinator Program Studi Energi dan Lingkungan Berkelanjutan Swiss German University, Evita Legowo mengungkapkan, pengembangan bioetanol di Indonesia relatif berjalan lambat, dengan kapasitas produksi 63.000 kiloliter per tahun.
Padahal, target pemerintah memproduksi 1,2 juta kiloliter bioetanol per tahun pada tahun 2030. Diperlukan koordinasi lintas sektor, juga diversifikasi bahan baku bioetanol menjadi kunci akselerasi pengembangan untuk mendorong pengembangan bioetanol.
“Ada sejumlah tantangan pengembangan bioetanol di Indonesia. Keberlanjutan bahan baku, di antaranya biaya produksi dan nilai jual produk, infrastruktur,” kata Evita saat menjadi pembicara pada The Ensight bertajuk ”Bioetanol dan Dampaknya terhadap Ketahanan Energi Nasional” yang diselenggarakan Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) di Jakarta, Sabtu (7/12/2024).
Pembicara lainnya adalah Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Manajemen Pertahanan Universitas Pertahanan (Unhan) Helda Risman serta Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis di PT Pertamina Power Indonesia (NRE) Fadli Rahman.
Evita mengatakan, dari identifikasinya, permasalahan lainnya dalam pengembangan bioetanol di Indonesia, adalah ketersediaan bahan baku yang sangat tergantung pada panen, rantai pasok, dan opsi yang tersedia saat ini relatif baru pada molases (tetes tebu), bagasse (ampas tebu), dan limbah sawit. Hal itu mendorong studi mendalam untuk keberlanjutan bahan baku sampai ke tingkat keekonomian.
”Dalam mewujudkan itu, semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah lintas Kementerian/Lembaga, Pertamina, dan penyedia bahan baku perlu duduk bersama. Perlu ada sinergi semua pihak. Tidak mudah dilakukan, tetapi harus,” tutur Evita.
Seperti diberitakan, bioetanol adalah etanol yang diproduksi lewat fermentasi bahan organik. Adapun bioetanol yang digunakan untuk campuran bahan bakar minyak (BBM) adalah bioetanol fuel grade. Implementasi campuran bioetanol pada BBM telah dilakukan pada produk Pertamax Green 95 yang merupakan campuran 5% etanol (dari molases) dan 95% bensin. Produk baru dipasarkan Pertamina di 99 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), terutama di Pulau Jawa.
Tahun 2023, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel). Salah satu poin ialah peningkatan produksi bioetanol, paling sedikit 1,2 juta kiloliter.
Selain itu, pemerintah menugaskan PT Perkebunan Nusantara III (Persero), antara lain untuk rencana investasi, paling sedikit berupa revitalisasi pabrik, pembangunan pabrik gula baru, dan pembangunan pabrik bioetanol.
Pemerintah juga menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 15 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol di Kabupaten Merauke, Papua Selatan. Satgas yang diketuai Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani bertugas, menginventarisasi dan mengidentifikasi masalah hingga memfasilitasi ketersediaan lahan untuk tebu. (nov)