BRIEF.ID – Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) sukses menggelar rangkaian kegiatan Berdaya Bersama di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kegiatan ini merupakan bagian dari peresmian GMIT Center oleh Menko Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar, meliputi pelatihan kewirausahaan dan dialog interaktif bersama pelaku ekonomi kreatif serta gig workers.
Acara yang Rabu (1/10/2025), dihadiri lebih dari 1.000 peserta, termasuk 700 pendeta, pelaku ekonomi kreatif, gig workers, serta tokoh masyarakat lintas agama. Hadir pula Gubernur NTT Emanuel Melki Laka Lena.
Muhaimin dalam sambutannya menekankan pentingnya peran GMIT Center dalam membangun ekosistem gig economy berkelanjutan.
“Pertumbuhan ekonomi gig adalah peluang besar sekaligus tantangan. Sinergi ekosistem menjadi kunci agar para pekerja lepas dapat berkembang dengan adil dan berkelanjutan. Pemerintah hadir sebagai fasilitator yang menghubungkan platform, pemberi kerja, komunitas lokal, dan pekerja agar ekosistem ini tidak hanya inovatif, tetapi juga manusiawi dan mensejahterakan,” ujar Muhaimin.
Muhaimin menyatakan bahwa NTT, khususnya Kupang dapat menjadi contoh sinergi berbasis komunitas. Menurutnya, keberhasilan program pemerintah tidak hanya bergantung pada regulasi dan kebijakan pusat, tetapi juga pada keterlibatan tokoh lokal yang memiliki kedekatan erat dengan masyarakat.
“Saya berharap gereja terus menjadi bagian penting dalam menguatkan solidaritas sosial, memberdayakan jemaat, serta menjadi jembatan yang menjaga nilai-nilai kemanusiaan di tengah transformasi ekonomi digital,” kata sosok yang karib disapa Gus Muhaimin.
Ekosistem pemberdayaan masyarakat menjadi amanat Inpres Nomor 8 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Dalam beleid tersebut, Kemenko PM bertugas mengawal terbentuknya konvergensi kerja antara Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan lembaga non-pemerintah untuk memastikan ekosistem pemberdayaan dari hulu ke hilir terlaksana. Termasuk menyasar ‘gig workers’ dan pekerja kreatif.
Sejalan dengan hal tersebut, Pendeta Samuel Pandie STh menyatakan bahwa gereja di NTT bukan sekadar penyedia ruang, melainkan juga berperan sebagai simpul sosial yang menjembatani pemerintah dengan masyarakat.
“Kami di gereja melihat acara ini sebagai kesempatan nyata bagi masyarakat dan jemaat untuk terlibat langsung dalam penguatan ekonomi. Dengan menyediakan ruang dan mendorong partisipasi masyarakat, kami ingin memastikan bahwa program pemerintah dapat menjangkau masyarakat luas dan memberi manfaat bagi kehidupan sehari-hari warga,” ujar Pendeta Samuel.
Kolaborasi Lintas Sektor
Di tempat yang sama, Deputi Koordinasi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Pelindungan Pekerja Migran Kemenko PM, Leontinus Alpha Edison, menegaskan bahwa sinergi harus termanifestasi nyata dalam bentuk kolaborasi lintas sektor dan komunitas.
“Manifestasi sinergi tampak ketika kita menjahit regulasi, perlindungan sosial, dan akses pembiayaan menjadi satu ekosistem yang kuat. Di NTT, potensi gig workers sangat beragam, mulai musisi, desainer fesyen, konten kreator digital, fotografer, hingga pekerja lepas berbasis platform. Melalui Berdaya Bersama, kita ingin memberi mereka standar, jejaring, serta akses pasar agar bisa naik kelas dan go global,” jelasnya.
Leon menambahkan, keberadaan GMIT Center dan jejaring pendeta di NTT dapat menjadi kanal yang efektif untuk mendorong literasi digital dan kewirausahaan. Ia meyakini, bila gereja ikut terlibat aktif, maka pemberdayaan ekonomi kreatif di NTT akan lebih cepat, merata dan inklusif.
Sebagai informasi, kontribusi sektor ekonomi kreatif di NTT semakin nyata. Perhitungan terakhir menunjukkan nilai tambah ekonomi kreatif tahun 2024 mencapai Rp934,7 miliar, dengan jumlah pelaku kreatif terdaftar sekitar 10.803 orang. Sementara itu, jumlah UMKM di NTT per Agustus 2025 tercatat 366.473 unit, mayoritas usaha mikro. Dari total tersebut, subsektor kriya/tenun dan kerajinan mendominasi dengan sekitar 71,9% atau 7.769 pelaku, disusul kuliner 22,1% (2.389 pelaku), dan fesyen 2,8% (305 pelaku).
Rangkaian Berdaya Bersama diawali dengan workshop kewirausahaan yang diikuti ratusan peserta dari kalangan pelaku UMKM, pekerja kreatif, dan freelancer digital. Workshop ini dibuka dengan menghadirkan sesi pengenalan ekosistem bisnis kreatif yang berkelanjutan. Setelah itu, peserta diajak mendengar kisah inspiratif dari Local Champion NTT yang berbagi pengalaman tentang keberlanjutan usaha berbasis inovasi lokal.
Tidak hanya itu, peserta juga dibekali dengan pemahaman mengenai Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) serta strategi pemasaran 360° yang mencakup omnichannel, afiliasi dan live commerce. Rangkaian acara ini diharapkan agar nantinya para peserta mampu membangun ekosistem ekonomi kreatif yang dapat mengangkat potensi lokal daerah serta lebih inklusif dan berkelanjutan.
Tidak hanya itu, Leon menjelaskan, secara teknis, pemerintah tengah menyiapkan sejumlah langkah strategis untuk mendukung sektor ‘gig worker’. Di antaranya memperjelas status hukum pekerja lepas dalam regulasi ketenagakerjaan, membangun basis data nasional untuk mendukung kebijakan berbasis bukti, serta memperluas akses gig workers terhadap perlindungan sosial fleksibel seperti BPJS Ketenagakerjaan dan manfaat portabel. Transparansi pembayaran di platform digital, hak pekerja untuk berorganisasi, dan penyederhanaan kepatuhan pajak juga menjadi agenda utama.
“NTT bisa menjadi daerah percontohan terbaik untuk membuktikan bahwa ekonomi kreatif dan gig economy dapat tumbuh dari basis komunitas. Dengan sinergi antara pemerintah, gereja, dan masyarakat, kita bisa menciptakan model pemberdayaan yang inklusif dan berkelanjutan, yang bahkan dapat direplikasi di daerah lain di Indonesia,” pungkas Leon. (aly)