Jakarta, 19 November 2020 – Sinergi BUMN untuk pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dinilai bagus dan akan efektif guna meningkatkan kelas para pengusaha di Indonesia. Praktik ini juga sejalan dengan konsep klasterisasi BUMN yang telah digaungkan sejak awal 2020 oleh Menteri BUMN Erick Thohir.
Pengamat BUMN Toto Pranoto mengungkapkan kolaborasi BUMN untuk mengelola UMKM baiknya berbentuk holding. Melalui holding, pemberdayaan UMKM bisa berjalan lebih efektif dan dilakukan sesuai konsentrasi masing-masing BUMN yang terlibat.
“Ide pembentukan holding menurut saya bagus dalam rangka mengatasi kondisi pareto BUMN. Kalau dalam implementasinya ada beberapa kekurangan, saya kira kita koreksi saja supaya berjalan lebih efektif. Terkait ide pembentukan holding yang mengelola sektor mikro dan UMKM saya kira cukup bagus,” ujar Toto di Jakarta.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya keberadaan UMKM dan upaya untuk membangkitkan usaha kecil di Tanah Air guna menopang ekonomi Indonesia. Melalui Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, pemerintah akan melakukan reformasi besar-besaran untuk menggerakkan dan mengembangkan UMKM. Pemerintah, menurut Presiden Jokowi juga memberikan dukungan kepada UMKM dari sisi akses pembiayaan. Hal ini menyiratkan upaya Pemerintah mengenai pembentukan holding UMKM.
Selain itu, Menteri BUMN Erick Thohir dalam sebuah diskusi daring juga menyampaikan peran pemerintah terutama melalui Himbara yang didalamnya ada BRI dalam menyalurkan bantuan di program pemulihan ekonomi (PEN). Erick menyiratkan rencana besar untuk mensinergikan BRI dengan dua perusahaan negara lainnya untuk memiliki satu data, sehingga penyaluran bantuan dan pemberdayaan terutama bagi UMKM bisa lebih mudah dan efektif.
Lebih lanjut Toto menyebut, sinergi berbentuk holding yang melibatkan tiga entitas tersebut bagus untuk direalisasikan. Peneliti dari FEB-UI ini menegaskan, melalui holding akan ada pemisahan peran yang lebih spesifik untuk masing-masing BUMN dalam pemberdayaan UMKM.
“Di hulu akan ada BRI yang memberikan akses kredit di UMKM. Sementara Pegadaiaan ada di ring tengah sebagai intermediaries yang menyalurkan kredit kecil sekaligus menerima gadai kelompok grass root. PNM bisa menjadikan posisinya sebagai coach atau instruktur pemberdayaan pada segmen ultra mikro dan kecil, sehingga segmen ini bisa lebih berdaya,” katanya.
Toto juga berpendapat tidak ada yang salah dengan konsep pembentukan perusahaan induk (holding company) yang tengah marak dilakukan saat ini. “Konsep holding company yang dibikin sejak era Tanri Abeng sebetulnya adalah fondasi yang sampai saat ini masih dijalankan oleh Kementerian BUMN. Konsep dasarnya nilai holding akan lebih besar dibandingkan masing-masing BUMN berdiri sendiri. Saat ini sudah dibentuk beberapa sectoral holding seperti pupuk, semen, perkebunan, tambang, dan migas,” ujarnya.
Analisa lain disampaikan Peneliti INDEF Abra Talattov. Menurutnya, Kementerian BUMN tidak cukup hanya membentuk holding khusus untuk mengoptimalkan pemberdayaan UMKM. “Namun bagaimana kementerian BUMN bertugas untuk mensinergikan bisnis-bisnis seluruh BUMN yang berkaitan dengan UMKM dan dibuat satu platform atau saluran, sehingga masyarakat atau UMKM bisa mengakses terkait dengan sumber pendanaan, pemasaran, bahkan value chain-nya,” ujar Abra di Jakarta.
Dia juga mengusulkan agar Kementerian BUMN segera merealisasikan integrasi program pemberdayaan UMKM dari hulu ke hilir. “Termasuk berkaitan dengan infrastruktur digitalnya, pendampingannya, sudah suatu program lain. Jangan bikin banyak program, nanti UMKM bingung, termasuk dalam sistem pembayarannya, bagaimana UMKM didorong memanfaatkan uang digital atau lain sebagainya itu semua dalam satu platform saja. Menurut saya sangat mungkin didukung oleh BUMN,” tutup Abra.
No Comments