BRIEF.ID – Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Arif Satria, membeberkan 5 program strategis, yang menjadi kekuatan untuk memajukan ekonomi Indonesia.
Hal itu, disampaikan Arif saat memberi sambutan pada pembukaan Silaturahmi Kerja Nasional (Silaknas) dan Milad ke-35 ICMI, di Hotel Four Points, Bali, Jumat (5/12/2025).
Menurut Arif, 5 program strategis yang harus dikembangkan untuk memajukan ekonomi Indonesia sebagaimana visi Indonesia Emas 2025, adalah pendidikan anak usia dini, pengembangan inovasi, ekonomi syariah, advokasi kebijakan publik, serta promosi budaya dan nilai positif Bangsa Indonesia.
Arif menjelaskan, investasi pendidikan terbaik untuk kemajuan ekonomi negara bukanlah perguruan tinggi melainkan pendidikan anak usia dini (PAUD).
“Ternyata pendidikan anak usia dini menjadi hal yang krusial bagi kemajuan bangsa karena disitulah karakter dibangun, social skill diperkuat, life skill dimulai, dan soft skill dikembangkan,” kata Arif.
Hal inilah yang menginspirasi ICMI untuk mengembangkan PAUD setelah sebelumnya sukses menginisiasi Insan Cendekia yang saat ini menjadi sekolah unggulan di berbagai daerah di Indonesia.
Program strategis kedua yang menjadi fokus ICMI adalah pengembangan inovasi berdasarkan indigenous growth theory, yang diusung Paul Romer, peraih hadiah nobel.
Dalam indigenous growth theory, Paul Romer mengatakan, kemajuan ekonomi ke depan akan bertumpu pada kekuatan inovasi atau disebut innovation driven economy.
“Ini adalah keniscayaan. Ekonomi ke depan akan bertumpu pada kekuatan R&D, human capital, dan entrepreneurship, sehingga kita tidak melulu hanya bergantung pada sumber daya alam,” ujar Arif.
Arif menuturkan, kekayaan sumber daya alam (SDA) jika dikelola tanpa inovasi, ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), entrepreneurship, dan human capital yang kuat, akan menimbulkan kutukan sumber daya.
Oleh karena itu, inovasi menjadi penting dan harus diperjuangkan serta dikembangkan, karena dapat memajukan Indonesia, bahkan meningkatkan daya saing Indonesia secara global.
Saat ini, lanjutnya, Global Supply Innovation Index Indonesia berada di urutan ke-55, dan urutan ke-6 di Asia Tenggara, di mana Indonesia kalah dari Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, bahkan Vietnam.
Arif menilai, untuk membawa Global Supply Innovation Indonesia meningkat hingga tidak lagi berada di peringkat ke-6 Asia Tenggara dan peringkat ke-55 Global, perlu perjuangan keras dan peran semua pihak, termasuk insan ICMI.
“Saatnya kita harus maju menjadi kekuatan besar. Sebagai mana kita lihat Tiongkok dan Korea Selatan yang memiliki staf pembangunan yang sama dengan Indonesia, namun bisa berkembang secara eksponensial,” ungkap Arif.
Terkait dengan pengembangan inovasi, Arif menyebut ICMI telah berperan melalui program-program Innovation Hub di berbagai daerah, untuk mendorong proses hilirisasi inovasi.
Program strategis selanjutnya yang perlu dikembangkan karena menjadi kekuatan Indonesia adalah ekonomi syariah. Menurut Arif, ekonomi syariah dan industri halal adalah masa depan Indonesia.
Itu sebabnya, salah satu fokus pembahasan dalam Silaknas ICMI menyoroti implementasi ekonomi syariah sebagai salah satu bidang ekonomi nasional.
Arif juga memaparkan pentingnya peran ICMI dalam advokasi kebijakan publik. Keberanian untuk selalu melakukan advokasi kebijakan publik menjadi penting, karena ICMI merupakan bagian dari civil society yang sudah seharusnya bisa memberikan pemikiran-pemikiran kritis konstruktif, yang membangun bangsa.
Adapun fokus ICMI pada kebijakan publik terutama dengan memberikan pandangan yang membangun prinsip-prinsip sustainability dalam pengelolaan hutan, tambang, pangan, dan energi, serta bidang strategis lainnya.
“Karena yang kita perlukan dari perspektif sustainability adalah tentu bisa melengkapi seluruh aspek kehidupan kita, dan selaras dengan nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan. Jadi apa saja kebijakan publik, yang harus kita lakukan, perlu pandangan dan kajian kritis,” tutur Arif.
Dia menyampaikan, ICMI memiliki peran penting dalam mempromosikan budaya dan nilai-nilai positif bangsa, karena dapat menjadi salah satu sumber kekuatan ekonomi Indonesia. Apalagi Indonesia adalah bangsa yang memiliki keberagaman budaya, dan nilai-nilai luhur, yang dapat menjadi kekuatan ekonomi.
Seperti diketahui, beberapa negara yang tidak memiliki kekayaan SDA, memanfaatkan kekayaan budaya dan nilai-nilai luhur, lalu mempromosikannya di berbagai bidang, sehingga menjadi kekuatan ekonomi.
Misalnya, Korea Selatan yang mampu mempromosikan kekayaan budayanya termasuk kuliner melalui K-Drama, dan K-Pop, sehingga menjadi daya tarik wisatawan asing.
“Nilai-nilai luhur itu tercermin dari keragaman kebudayaan yang ada, dan ini bisa dipromosikan bahkan dikembangkan menjadi kekuatan ekonomi Indonesia,” kata Arif.
Terkait dengan itu, ICMI nanti akan berkolaborasi dengan Asosiasi Sultan Keraton. Ini adalah bagian dari kita untuk bisa merawat nilai-nilai yang ada, yang bisa kita internalisasi dari berbagai sumber, sebagai kekayaan keragaman budaya kita yang bisa dipromosikan secara global,” kata Arif.
Sebagai informasi, Silaknas dan Milad ke-35 ICMI digelar pada 5–7 Desember 2025 di Bali, dengan mengusung sejumlah acara, antara lain Kuliah Umum dari Presiden Prabowo Subianto, BPJPH Halal Conference, Simposium Syariah Digital Financing, Pameran Produk Halal, National Leadership Camp, hingga Penghargaan Lifetime Achievement, serta City Tour dan kegiatan sosial.
Rangkaian acara Silaknas dan Milad ke-35 ICMI ini dirancang untuk memperkuat jejaring, meningkatkan kapasitas cendekiawan muslim, dan mendorong kontribusi nyata ICMI bagi kemajuan bangsa. (jea)


