BRIEF.ID — Sebanyak 36 dari 38 provinsi di Indonesia telah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 melalui surat keputusan gubernur. Secara umum, besaran UMP tahun depan mengalami kenaikan di kisaran 5 hingga 7 persen dibandingkan dengan UMP 2025, seiring kebijakan pengupahan yang diatur pemerintah.
Penetapan UMP 2026 mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan, yang menjadi dasar perhitungan kenaikan upah minimum di seluruh daerah.
Berdasarkan data yang dihimpun per 27 Desember 2025, DKI Jakarta tercatat sebagai provinsi dengan UMP tertinggi pada 2026, yakni sebesar Rp5.729.876, atau naik sekitar 6,17 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara itu, Jawa Barat menjadi provinsi dengan UMP terendah, yakni Rp2.317.601, dengan kenaikan sebesar 5,77 persen. Di Pulau Jawa, UMP 2026 ditetapkan sebagai berikut. Jawa Tengah menetapkan UMP Rp2.327.386 (naik 7,3 persen). Kemudian DI Yogyakarta Rp2.417.495 (naik 6,8 persen). Jawa Timur Rp2.446.880 (naik 6,1 persen). Banten Rp3.100.881 (naik 6,7 persen)
Di luar Jawa, sejumlah provinsi menetapkan UMP di atas Rp4 juta. Papua Selatan mencatat UMP sebesar Rp4.508.850, sementara Papua sebesar Rp4.436.283 dan Papua Tengah sebesar Rp4.285.848.
Di Sumatera, Sumatera Selatan menetapkan UMP sebesar Rp3.942.963 (naik 7,1 persen). Kemudian Riau Rp3.780.495 (naik 7,7 persen). Sumatera Utara senilai Rp3.228.971 (naik 7,9 persen).
Di Kalimantan, UMP berkisar antara Rp3 juta hingga Rp3,7 juta, dengan Kalimantan Timur sebesar Rp3.762.431 dan Kalimantan Tengah sebesar Rp3.686.138.
Sementara itu, di kawasan Sulawesi, UMP tertinggi tercatat di Sulawesi Selatan sebesar Rp3.921.088, disusul Sulawesi Tengah sebesar Rp3.179.565 dan Sulawesi Tenggara sebesar Rp3.306.496.
Hingga akhir Desember 2025, Aceh dan Papua Pegunungan tercatat belum menetapkan UMP 2026. Pemerintah daerah diharapkan segera menyelesaikan proses penetapan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kenaikan UMP 2026 diharapkan dapat menjaga daya beli pekerja di tengah tekanan biaya hidup. Namun di sisi lain, dunia usaha—khususnya sektor padat karya—perlu melakukan penyesuaian terhadap struktur biaya produksi dan ketenagakerjaan. Pemerintah menekankan bahwa kebijakan pengupahan tetap mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan pekerja dan keberlanjutan usaha, terutama di daerah dengan tingkat produktivitas dan kondisi ekonomi yang beragam. (ano)


