BRIEF.ID – Investor asing diperkirakan masih ragu berinvestasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), seiring data terbaru Morgan Stanley Capital International (MSCI) yang tak meloloskan satupun saham emiten Indonesia di daftar MSCI Global Standard Index.
MSCI yang merupakan perusahaan penyedia global ekuitas dan analisis portofolio multi-aset, baru saja mengumumkan hasil perombakan atau rebalancing konstituen untuk sejumlah indeks saham pada Rabu (14/5/2025).
Rebalancing MSCI tersebut, mencakup MSCI Global Standard Index, MSCI Small Cap Index, dan MSCI Micro Cap Index, serta kategori indeks regional termasuk Indonesia.
Hasilnya, tak ada satupun saham emiten Indonesia yang masuk dalam daftar MSCI Global Standard Index. Hanya ada 2 saham Indonesia yang berhasil masuk dalam MSCI Indonesia Small Cap Index, yakni PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) dan PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA).
Sebaliknya, 4 saham didepak dari indeks ini, antara lain PT Harum Energy Tbk (HRUM), PT Indika Energy Tbk (INDY), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA).
Sedangkan data untuk MSCI Indonesia Global Standard Index dan MSCI Indonesia Micro Cap Index tidak mengalami perubahan. Data Rebalancing MSCI tersebut berlaku mulai 2 Juni 2025 hingga 1 September 2025.
Perkembangan terbaru data MSCI yang tida menyertakan satupun saham emiten Indnesia, dinilai menjadi sinyal kurangnya minat investor asing masuk ke BEI.
Hal itu, terkait dengan perkembangan katalis pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang menunjukkan perlambatan, ditambah dengan posisi nilai tukar rupiah yang cenderung lemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Selain itu, investor asing memilih berhati-hati karena ketidakpastian kebijakan dan regulasi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, termasuk untuk menghadapi dampak perang tarif dari AS, yang akan memukul ekspor-impor dan berimbas pada industri dan pasar keuangan.
Kondisi tersebut membuat saham-saham Indonesia menjadi tidak menarik, sehingga investor memilih menjauh dari BEI untuk sementara waktu. Hal itu, terlihat dari arus modal asing keluar (foreign capital outfow) yang terus meningkat sejak kuartal IV 2024.
Tingginya capital outflow membuat harga saham di BEI ikut tertekan, sehingga pemerintah melakukan intervensi untuk saham-saham BUMN, dan BEI mengeluarkan kebijakan buyback saham tanpa melalui persetujuan RUPS.
Meski demikian, tekanan pada pasar modal Indonesia dinilai bersifat sementara. Seiring efisiensi dan pengembangan bisnis emiten, dan pertumbuhan kapitalisasi pasar, saham-saham di BEI berpeluang kembali masuk MSCI Global Standard Index di masa mendatang. (jea)