BRIEF.ID – Kepala Sekretaris Pemerintah Nepal, Eaknarayan Aryal mengatakan, sampai saat ini korban tewas akibat Revolusi Gen Z di negara itu telah mencapai 72 orang
“Dari total korban tewas, 59 orang adalah pengunjuk rasa, 10 narapidana, dan tiga adalah petugas keamanan,” ujar Aryal seperti dikutip dari kantor berita Sputnik, Senin (15/9/2025).
Aryal menambahkan bahwa 134 pengunjuk rasa dan 57 petugas polisi terluka dalam bentrokan tersebut.
Perdana Menteri Sementara Nepal Sushila Karki menetapkan alokasi dana sebesar 1 juta rupee Nepal (Sekitar Rp 114,8 juta) kepada keluarga setiap korban tewas dalam kerusuhan.
Karki, mantan kepala hakim agung negara itu, mengambil alih jabatan sebagai kepala pemerintahan sementara pada Jumat (12/9/2025).
Sementara itu, tindakan vandalisme yang dilakukan selama protes dianggap sebagai tindakan kriminal sehingga Karki menyerukan penyelidikan penuh atas penyebab kerusuhan massal tersebut. Ia juga mengatakan bahwa pemerintah sedang menyelidiki serangan terhadap gedung parlemen, Mahkamah Agung, kompleks bisnis, dan properti pribadi.
Pada 4 September 2025, otoritas Nepal memblokir platform media sosial utama karena melewati batas waktu pendaftaran ke Kementerian Komunikasi. Hal ini ditanggapi oleh banyak orang, terutama generasi muda, dengan turun ke jalan.
Meski larangan telah dicabut, namun tidak menghentikan protes massal dan kerusuhan yang terjadi setelahnya. Protes itu pada akhirnya membuat Perdana Menteri Nepal Sharma Oli mengundurkan diri, pada Selasa (9/9/2025) setelah para pengunjuk rasa menyerbu parlemen dan membakar rumah beberapa pejabat senior di Kathmandu.
Aksi vandalisme juga mendorong polisi menembakkan meriam air, gas air mata, dan peluru tajam untuk membubarkan para demonstran. Pada hari yang sama, tentara akhirnya turun tangan untuk menjaga ketertiban umum di ibu kota Nepal dan kota-kota lainnya. (nov)