BRIEF.ID — Lanskap politik, ekonomi, dan hukum Indonesia sepanjang pekan ini diwarnai kontradiksi antara kebijakan populis, tekanan ekonomi, serta tuntutan tata kelola hukum. Jika tidak dikelola dengan hati-hati, dinamika tersebut dikhawatirkan dapat memicu krisis kepercayaan dan memperdalam ketidakpastian.
Pemerintah mengumumkan paket stimulus senilai Rp16,23 triliun untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Program ini mencakup bantuan pangan, program cash for work bagi lebih dari 600.000 orang, keringanan pajak sektor pariwisata, serta perpanjangan tarif pajak final UMKM 0,5% hingga 2029. Meski diproyeksikan mendongkrak sektor pariwisata, UMKM, dan infrastruktur, stimulus ini menimbulkan risiko fiskal dan potensi inflasi apabila tidak diimbangi produktivitas.
Selain itu, pemerintah meluncurkan stimulus ekonomi desa melalui pembentukan 80.000 koperasi dengan dana US$12 miliar. Koperasi tersebut ditujukan untuk memperkuat sektor pangan, pupuk, dan energi dengan bunga pinjaman rendah. Namun, pengawasan tata kelola koperasi dinilai menjadi tantangan utama.
Pada pekan lalu, Bank Indonesia memutuskan menurunkan BI Rate menjadi 4,75% pada Rapat Dewan Gubernur periode 16–17 September 2025. Langkah ini dilakukan untuk merespons perlambatan ekonomi global dan domestik. Namun, rencana pemerintah memperluas mandat BI agar juga mendorong pertumbuhan ekonomi menimbulkan kekhawatiran pasar. Investor khawatir independensi moneter tergerus, sehingga kredibilitas BI bisa dipertaruhkan.
Kekhawatiran investor juga muncul setelah kebijakan fiskal yang agresif memunculkan persepsi tekanan terhadap independensi Bank Indonesia. Hal ini tercermin dari volatilitas IHSG, meski dalam sepekan terakhir indeks berhasil ditutup menguat di level 8.051 dengan lonjakan transaksi harian.
Sepekan terakhir (15-19 Sept 2025), nilai transaksi harian BEI melonjak 47% menjadi Rp28,55 triliun per hari. IHSG ditutup di level 8.051 (+2,51%) dan sempat menyentuh rekor tertinggi 8.068. Market cap naik 2,5% ke Rp14.661,7 triliun. Investor asing mencatat net buy Rp2,87 triliun pada Jumat (19/9), namun secara YTD masih net sell Rp58,7 triliun. Auto-recovery pasar saham dipicu oleh harapan stimulus dan kondisi suku bunga yang kondusif. Namun ada risiko koreksi jika data ekonomi domestik atau global mulai mengecewakan seperti konsolidasi fiskal, inflasi, dan tenaga kerja.
Meskipun IHSG menguat, terdapat laporan bahwa asing banyak menjual saham atau meninggalkan instrumen pendapatan tetap (SBN) & surat utang terkait (SRBI). Hal ini karena ketidakpastian kebijakan dan kekhawatiran atas kenaikan defisit dan tekanan inflasi.
Dari sisi politik, Presiden Prabowo Subianto menetapkan kenaikan gaji untuk ASN, TNI/Polri, serta pejabat negara. Kebijakan ini diapresiasi sebagai langkah meningkatkan kesejahteraan, namun juga memunculkan pertanyaan terkait kapasitas fiskal pemerintah.
Gelombang protes juga terus mengemuka. Sejumlah aktivis yang ditahan pasca kerusuhan akhir Agustus melakukan mogok makan sebagai bentuk protes terhadap kriminalisasi gerakan sipil. Sementara itu, program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali disorot usai 5.360 siswa dilaporkan mengalami keracunan pangan, memicu kritik atas lemahnya pengawasan mutu dan keamanan distribusi.
Di sisi lain, reshuffle kabinet dengan masuknya Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan serta rotasi di sektor keamanan dinilai sebagai upaya memperkuat kontrol politik pemerintah pasca protes besar yang mengguncang ibu kota.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji 2023–2024 yang melibatkan ratusan biro perjalanan. Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas kembali diperiksa, sementara sejumlah pihak dicegah bepergian ke luar negeri.
Selain itu, gugatan Tutut Soeharto terhadap Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akhirnya dicabut, meski status utang yang menjadi pokok sengketa belum dijelaskan lebih lanjut.
Sementara itu, Mahkamah Konstitusi turut mengeluarkan putusan penting yaitu menolak revisi UU Militer sehingga peran TNI di jabatan sipil tetap diperluas, sekaligus memperjelas batas waktu sengketa PHK maksimal satu tahun pasca mediasi.
Secara umum, pekan ini menunjukkan tarik-menarik antara upaya menjaga stabilitas ekonomi, kebutuhan konsolidasi politik, serta penegakan hukum yang menghadapi berbagai ujian. Kontradiksi dalam kebijakan publik menjadi sorotan, dan tanpa tata kelola yang transparan serta konsistensi komunikasi, potensi krisis kepercayaan masyarakat maupun pasar tetap terbuka. (ano)