Jakarta, 17 Juni 2022- Ketahanan indeks harga saham gabungan (IHSG) kembali diuji setelah hampir semua indeks pasar saham di dunia mengalami penurunan tajam yang dipicu oleh kekhawatiran terhadap resesi ekonomi.
Pada perdagangan Jumat (7/6/2020), IHSG ditutup melemah 1,91 persen atau 113,36 poin menjadi 6.936,97 poin, meninggalkan level psikologis 7.000. Angka tersebut melemah 2,11 persen dari level pada akhir pekan lalu di angka 7.086,64.
Pengamat pasar modal Edhi Pranasidhi mengatakan bahwa kekhawatiran terhadap resesi ekonomi semakin berkembang setelah hampir semua bank sentral Eropa kemarin menaikkan suku bunga dan borrowing yield menyusul kenaikan suku bunga FFR. Kondisi kenaikan suku bunga tersebut dilakukan untuk menahan laju inflasi.
“Dari kondisi di atas, muncul pertanyaan apakah kenaikan suku bunga di hampir semua negara itu akan mampu menahan laju inflasi, sedangkan salah satu sumber dari inflasi itu adalah perang Rusia-Ukraina dan rantai supply yang terganggu pasca Covid-19 mereda,” ujarnya.
Menurut dia, sanksi ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara “barat” terhadap Rusia dan negara-negara lain yang tidak sepaham dengan mereka seperti Iran, Irak, dan China memperburuk rantai supply. Khusus China, adalah masalah tarif dagang sejak era Presiden AS Donald Trump.
Sanksi ekonomi negara-negara NATO terhadap Rusia ternyata malah berbalik menyerang ekonomi mereka sendiri. Menurut dia, sanksi ekonomi tersebut di antaranya melarang impor minyak bumi dan batubara Rusia. “Dan ibarat boomerang, negara-negara “barat” lah yang paling terkena dampaknya,” tutur Edhi.
Edhi pun menilai, spillover effect pun pastinya telah merambat ke Indonesia dan negara berkembang lainnya. Namun demikian, tambahnya, kondisi ekonomi Indonesia masih jauh dari resesi ekonomi.
Dia mengingatkan bahwa Indonesia pernah melewati sejumlah krisis ekonomi mulai dari krisis ekonomi global 1997-1998, krisis dotcom bubble tahun 2022, krisis global yang dipicu oleh subprime mortgage 2008, serta krisis mini 2012.
PELUANG DI TENGAH KRISIS
Seluruh krisis tersebut akhirnya berhasil dilewati oleh Indonesia dengan baik. Oleh karena itu, Edhi menilai bahwa tetap ada peluang di balik kondisi yang sedang terjadi. Menurut dia, kekhawatiran terhadap potensi terjadinya krisis kembali sebetulnya dapat menjadi kesempatan untuk menambah tabungan saham secara bertahap.
“Gunakan kesempatan kepanikan investor yang kurang paham terhadap kondisi Indonesia untuk menabung saham secara bertahap. Mudah-mudahan pada November [2022], semua membaik dan panen cuan bisa terlaksana.”
Adapun, resesi ekonomi terjadi di sebuah negara jika pertumbuhan ekonomi terkontraksi selama minimal 3 kuartal berturut-turut. (ano)
No Comments