BRIEF.ID – Presiden RI Prabowo Subianto secara resmi melantik Purnomo Yusgiantoro sebagai Penasihat Khusus Presiden Urusan Energi di Kabinet Merah Putih (KMP).
Purnomo adalah mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tiga presiden, yakni Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada 2009-2014, Purnomo dipercayakan Presiden SBY sebagai Menteri Pertahanan (Menhan).
Sebelum menjadi menteri, ia mengawali kariernya sebagai seorang dosen di Fakultas Teknologi Mineral Universitas Trisakti tahun 1974. Ia juga menjalani pekerjaan sebagai konsultan sumber daya alam.
Ia menyelesaikan studi Master di dua kampus ternama di luar negeri, yakni Colorado School of Mines, Golden, Corolado dan University of Colorado at Boulder Main Campus. Selanjutnya, Purnomo menyelesaikan studi doktoral di University of Colorado at Boulder Main Campus, Amerika Serikat.
Sosok Kompeten
Kariernya di bidang politik diawali sebagai Ketua II Bidang Pemasaran Dalam dan Luar Negeri, lalu menjadi Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina (DKPP), pada 1993-1998.
Setelah menjadi dewan komisaris, Purnomo dipercayakan sebagai Gubernur Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) pada 1996-1998, sampai pada tahun 2000 ia diberi amanat untuk menjadi Menteri ESDM, pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Ketika menjabat sebagai menteri, kinerja Purnomo dikenal sebagai sosok yang kompeten dalam menjaga dan mengelola sumber daya mineral domestik. Pengetahuan dan kinerjanya di bidang energi tersebut membuat ia kembali menjabat di posisi yang sama hingga era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Berdasarkan rekam jejak dan pengetahuannya yang sangat erat dalam mengelola energi nasional, Purnomo diberi kepercayaan oleh Presiden Prabowo untuk menjadi penasihat khusus untuk urusan energi.
Dia memiliki pekerjaan rumah untuk mewujudkan Visi dan Misi Asta Cita Prabowo-Gibran dalam mewujudkan ketahanan energi, serta mengoptimalkan hilirisasi sumber daya alam, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi hingga di atas 8%.
Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) itu diharapkan bisa memberikan kontribusi pemikiran dalam perumusan kebijakan, yang membantu Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, sehingga dapat memacu produksi minyak dan gas (migas) nasional, serta menekan kuantitas impor yang mencapai 297 juta barel.
No Comments