BRIEF.ID – Direktur Utama PT Petrokimia Gresik Dwi Satriyo Annurogo mengatakan, Petrokimia Gresik sebagai salah satu pengolah sulfur di Indonesia, berkomitmen memperkuat hilirisasi untuk mendukung kemandirian industri kimia nasional dan kemajuan pertanian di dalam negeri.
Saat ini, permintaan sulfur di Indonesia terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan sektor pertanian, ekspansi industri logam dan mineral, serta ketergantungan tinggi pada impor karena terbatasnya pasokan sulfur domestik.
“Di antara banyak bahan baku, sulfur tampak sebagai komponen yang kecil secara visual, namun dampaknya sangat besar terhadap keberlangsungan proses produksi bagi Petrokimia Gresik,” ujar Dwi melalui keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (27/4/2025).
Sulfur, kata Dwi, menjadi bahan baku penting di industri pupuk. Sulfur diolah menjadi asam sulfat, yang merupakan komponen kunci untuk poduksi phosphoric acid, yang selanjutnya menjadi basis untuk pupuk fosfat, termasuk NPK Phonska, pupuk fosfat, kalium sulfat, dan amonium sulfat yang semuanya vital untuk sektor pertanian.
Khusus asam sulfat, Petrokimia Gresik mengoperasikan fasilitas dengan kapasitas 1,8 juta ton per tahun, sehingga menjadikan perusahaan agroindustri anggota holding Pupuk Indonesia itu sebagai salah satu produsen asam sulfat terbesar di dalam negeri.
Dwi menjelaskan, sulfur adalah unsur hara makro esensial yang sangat dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Kekurangan sulfur dapat menyebabkan gejala klorosis pada daun muda, pertumbuhan terhambat, dan kematangan yang tertunda.
Adapun fungsi utama sulfur pada tanaman dapat meningkatkan pembentukan klorofil, sehingga mendukung proses fotosintesis; Membantu pembentukan protein dan enzim, komponen penting dalam metabolisme tanaman.
Sulfur juga dapat meningkatkan efisiensi nitrogen, sehingga pemanfaatan pupuk nitrogen menjadi lebih optimal; Meningkatkan ketahanan terhadap stres, baik stres abiotik maupun biotik; Memperkuat aroma dan rasa tanaman, terutama pada tanaman hortikultura seperti bawang dan sayuran daun.
“Dengan peran vital tersebut, ketersediaan sulfur dalam tanah perlu dijaga, baik melalui pemupukan yang tepat maupun pengelolaan lahan yang baik,” ujar Dwi.
Sulfur dioptimalkan Petrokimia Gresik sebagai bahan baku pembuatan gypsum dan purified gypsum yang mendukung industri semen.
Sulfur yang diolah BUMN itu untuk mendukung pengembangan produk kimia bernilai tambah Methyl Ester Sulfonate (MES) sebagai surfaktan hijau untuk industri minyak dan gas (migas), serta deterjen. Sulfur juga menjadi bahan baku Dissodium Sulphate yang digunakan dalam industri kertas, tekstil, dan pulp.
Petrokimia Gresik menjadi pelopor dalam produksi green surfactant berbasis MES, yang ramah lingkungan dan mendukung hilirisasi berbasis sulfur. Proses ini menunjukkan bagaimana sulfur, yang tampak sederhana, menghubungkan sektor pertanian dan industri secara strategis.
“Petrokimia Gresik berkomitmen untuk menjaga keberlanjutan pengelolaan sulfur. Komitmen ini menjadi dukungan nyata Petrokimia Gresik dalam mewujudkan kemajuan pertanian Indonesia dan juga kemandirian industri nasional,” kata Dwi. (Ant/nov)