BRIEF.ID – Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, penyelenggaraan Pemilu 2024 di luar negeri bisa menjadi instrumen diplomasi Indonesia di mata dunia.
“Pemilu itu bisa menjadi instrumen diplomasi internasional kita Indonesia di mata dunia, minimal Indonesia di tempat di mana pemilu itu diselenggarakan,” kata Titi usai mengikuti misi pemantauan pemilu di Kuala Lumpur, Malaysia bersama Migrant Care, pada konferensi pers di Jakarta, Minggu (11/2/2024).
Menurut Titi, pemungutan suara di luar negeri dapat dikatakan sebagai perhelatan pesta demokrasi yang kolosal. Hal itu, kata dia, bisa menjadi momentum untuk menunjukkan ke mata dunia bagaimana Indonesia mempraktikkan demokrasi.
“Ini adalah perhelatan yang bisa dikatakan cukup kolosal, terkait dengan bagaimana kita menghadirkan praktik demokrasi Indonesia di mata dunia atau di negara tempat kita memiliki perwakilan dan memberikan ilustrasi betapa Indonesia berusaha melayani pemilihnya di luar negeri,” ujarnya.
Praktik pelayanan hak pilih warga negara Indonesia di luar negeri, sambung dia, menjadi promosi dan diplomasi yang sangat positif. Sebab itu, dia berharap pelaksanaan pemilu di luar negeri tidak disimpangi dengan hal-hal yang berkaitan dengan kecurangan.
“Bagi saya ini luar biasa, ya, orang mengenal Indonesia sebagai negara demokrasi melalui pelayanan terhadap pemilih yang ada di luar negeri. Dan itu adalah komitmen negara, bagian dari melaksanakan perintah konstitusi. Tidak semua negara itu melaksanakan seperti yang dilakukan Indonesia,” tutur Titi.
Titi bersama Migrant Care memantau jalannya pemungutan suara di World Trade Center (WTC), Kuala Lumpur, Minggu (11/2/2024). Dari hasil pemantauan, Titi menyampaikan beberapa catatan.
Di antaranya, Titi menyoroti perlunya pusat bantuan informasi yang lebih masif di Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri (TPSLN) yang tersentralisasi seperti di WTC Kuala Lumpur. Menurutnya, banyak WNI yang kebingungan karena tidak mendapatkan informasi yang holistik.
“Pemilih itu kan tingkat literasi kepemiluannya beragam. Nah, dengan menyediakan pusat bantuan, mereka kemudian bisa mendapatkan jawaban dan tidak patah arang,” ujar pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI) itu.
Ia mengaku banyak menemukan WNI yang tidak terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap (DPT), sehingga masuk ke dalam kategori Daftar Pemilih Khusus (DPK). “Nah, banyak sekali yang kebingungan. ‘Kalau saya belum terdaftar, saya harus apa? Ke mana saya harus menunggu?’, ujar Titi.
Menurut dia, pelayanan bagi pemilih harus dimulai sejak para pemilih datang ke TPS agar bisa membantu mereka memahami prosedur pemungutan suara. Disebutkannya, pemungutan suara di WTC Kuala Lumpur melayani pemilih skala besar, yakni terdapat 223 TPS dengan ratusan ribu DPT. (ANTARA)
No Comments