BRIEF.ID – Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian mengatakan, momentum penundaan kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) selama 90 hari kecuali Tiongkok, harus dimanfaatkan untuk melakukan konsolidasi terkait kebijakan perdagangan dengan AS.
“Dengan adanya perang dagang, peluang re-shoring dari beberapa negara yang diekspektasikan akan terkena dampak lebih besar dari Indonesia seperti Vietnam, Bangladesh, Tiongkok, dan Thailand bisa dioptimalkan,” ujar Fakhrul dikutip dari Antara, Kamis (10/4/2025).
Pada 9 April 2025, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, mengumumkan penundaan selama 90 hari pemberlakuan tarif resiprokal yang direncanakannya untuk lebih dari 75 negara. Penundaan ini dilakukan setelah banyak negara menyatakan keprihatinan dan meminta negosiasi lebih lanjut mengenai kebijakan tersebut.
Meskipun demikian, Presiden Trump tetap memberlakukan tarif sebesar 125% atas impor dari Tiongkok sebagai respons terhadap tindakan balasan Tiongkok, yang sebelumnya mengenakan tarif 84% pada barang-barang AS. Langkah ini menandai eskalasi lebih lanjut dalam ketegangan perdagangan kedua negara.
Fakhrul menuturkan, industri seperti tekstil garmen, sepatu dan furnitur bisa menjadi industri yang memiliki prospek positif untuk Indonesia. Ia mengatakan, kebijakan deregulasi untuk perizinan usaha dan kemudahan ekspor harus dipercepat.
Di sisi neraca dagang dengan Amerika Serikat, peluang untuk meningkatkan impor dari Amerika Serikat terkait dengan sektor perminyakan, bahan kimia serta bahan pangan merupakan poin negosiasi yang perlu dimaksimalkan.
Selain itu, Fakhrul menuturkan, perubahan tingkat komponen dalam negeri menjadi hal penting untuk dilakukan secepatnya, karena banyak perusahaan AS yang ingin berinvestasi di Indonesia, terhambat karena hal ini.
“Ke depannya, kita harus sadar bahwa volatilitas adalah hal yang jamak terjadi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia, termasuk Indonesia akan mengalami perlambatan di tahun 2025,” ujarnya.
Dengan adanya tensi perang dagang, ia menuturkan seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat Indonesia dan dunia usaha harus terus mendukung sirkulasi ekonomi domestik Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia mempersiapkan sejumlah paket negosiasi yang akan dibawa ke perundingan untuk menghadapi kebijakan tarif timbal balik atau resiprokal AS di Washington D.C.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menilai jalur diplomasi dipilih sebagai solusi yang saling menguntungkan tanpa mengambil langkah retaliasi terhadap kebijakan tarif resiprokal tersebut.
Namun, Pemerintah Indonesia akan melakukan pertemuan lebih dulu dengan pimpinan negara-negara ASEAN, pada 10 April 2025 untuk menyamakan sikap. (nov)