BRIEF.ID – Pemerintah Republik Indonesia akan menyatakan 39 korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM), yang terasing (eksil) dan masih berada di luar negeri sejak situasi politik tahun 1965, bukan merupakan pengkhianat negara. Pemerintah akan mengundang mereka berkunjung ke Indonesia.
Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengumumkan hal itu saat peluncuran Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Non Yudisial di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, pada Juni 2023 mendatang.
“Nanti akan kami cek satu per satu, meskipun mereka memang tidak mau pulang. Tidak mau pulang, tetapi mereka ini akan kami nyatakan sebagai warga negara yang tidak pernah mengkhianati negara,” kata Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (2/5/2023).
Ia menjelaskan, 19 pejabat setingkat menteri dan kepala lembaga pemerintah nonkementerian akan melakukan berbagai langkah percepatan terkait penyelesaian pelanggaran HAM berat secara non-yudisial, termasuk pernyataan bahwa para korban pelanggaran HAM berat yang eksil itu bukan pengkhianat negara.
Para korban pelanggaran HAM, lanjutnya, yang tidak terlibat Gerakan 30 September atau G30S pada tahun 1965, berada di luar negeri hingga kini karena tidak boleh pulang ke Tanah Air. Dulu, mereka merupakan warga negara Indonesia (WNI) yang dikirim Presiden Soekarno ke berbagai negara di Eropa hingga Tiongkok untuk melanjutkan pendidikan. Saat peristiwa G30S terjadi, mereka tidak diizinkan untuk kembali ke Indonesia usai mengenyam pendidikan.
“Mereka ini masih ada beberapa di luar negeri. Nanti akan kami undang. Mereka ini bukan anggota PKI. Mereka ini korban karena disekolahkan lalu tidak boleh pulang,” jelas Mahfud.
Presiden ke-3 RI B.J. Habibie juga merupakan salah satu korban pengasingan peristiwa G30S. Habibie mendapatkan gelar magister pada tahun 1963 dan gelar doktor pada akhir tahun 1965.
Habibie termasuk WNI yang tidak dibolehkan kembali ke Indonesia saat itu. Namun, pada tahun 1974, Habibie bertemu Presiden Soeharto di Jerman.
“Oleh Pak Harto, Habibie diajak pulang dan jadilah dia orang besar yang kemudian jadi presiden. Korban yang seperti ini, orang yang sekolah, bukan terlibat Gerakan 30 September. Hanya disekolahkan saja, sekarang masih ada di luar negeri,” jelasnya.
Dia menambahkan bahwa pengkhianatan terhadap negara akibat peristiwa G30S sudah selesai di pengadilan dan era reformasi.
“Sudah selesai di era reformasi di mana screening dan sebagainya dihapus. Kemudian semua warga negara diberi hak yang sama di depan hukum dan pemerintahan,” ujar Mahfud.
No Comments