BRIEF.ID – Peluang terjadinya kegagalan pembayaran utang di Amerika Serikat (AS) diperkirakan hanya sekitar 2%, yang didasarkan pada sejumlah faktor, termasuk kondisi ekonomi dan situasi politik di AS serta prospek ekonomi global saat ini.
Ekonomi AS juga kini mengalami inflasi yang tinggi dan suku bunga yang naik sehingga menimbulkan tekanan pada anggaran pemerintah dan membuat lebih sulit untuk membayar utang-utangnya. Di sisi lain, situasi politik di AS juga terbelah, yang membuat sulit bagi Kongres mencapai kesepakatan tentang batas plafon utang.
Di sisi lain, prospek ekonomi global juga tidak pasti, yang penyebabnya ada sejumlah faktor, termasuk perang di Ukraina, pandemi Covid-19, dan kenaikan harga energi. Ketidakpastian ini membuat sulit bagi investor untuk menilai risiko gagal bayar utang AS.
Secara keseluruhan, peluang terjadinya kegagalan pembayaran utang di AS rendah, tetapi tidak nol. Pemerintah AS memiliki sejarah panjang terkait kemampuannya membayar utang. Namun, atmosfir ekonomi dan politik yang terjadi saat ini membuat lebih sulit untuk melakukannya.
Jika Kongres tidak dapat mencapai kesepakatan tentang batas plafon utang sebelujm 1 Juni 2023, kemungkinan pemerintah AS gagal membayar utangnya. Hal ini diperkirakan akan berdampak negatif signifikan pada ekonomi AS dan ekonomi global.
Kata siapa 2%?
Sebenarnya angka 2% disuarakan oleh Lembaga Anggaran Kongres (Conference Budget Office), pasar keuangan, dan para analis. Meski begitu, perlu dicatat bahwa peluang default utang AS sebesar 2% hanyalah perkiraan. Kemungkinan risiko default bisa lebih tinggi atau lebih rendah dari angka tersebut. Akhirnya, hal ini tergantung pada berbagai faktor, termasuk tindakan Kongres dan kondisi ekonomi.
Jika menggunakan perhitungan pasar keuangan dengan menggunakan tolak ukur Credit Default Swap (CDS), maka kans pemerintah AS untuk default ternyata lebih kecil lagi.
Per tanggal 14 Mei 2023, tingkat CDS AS adalah 65,34. Ini berarti pasar memperhitungkan kemungkinan 1,09% bahwa AS akan gagal membayar hutangnya dalam lima tahun ke depan.
CDS adalah sejenis asuransi yang melindungi investor dari risiko gagal bayar (default) penerbit obligasi atau utang. Misalnya, jika kita membeli obligasi dari perusahaan atau pemerintah, kita dapat membeli CDS untuk melindungi diri dari risiko bahwa penerbit obligasi tersebut tidak dapat membayar hutangnya.
Jadi, jika penerbit obligasi gagal membayar utangnya, CDS akan memberikan pembayaran ganti rugi pada investor yang memilikinya. Semakin tinggi risiko gagal bayar, semakin mahal harga CDS dan semakin tinggi pula probabilitas gagal bayar yang diperhitungkan oleh pasar.
Tingkat CDS AS telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir karena kekhawatiran tentang perekonomian AS. Perekonomian AS menghadapi sejumlah tantangan, termasuk inflasi yang tinggi, kenaikan suku bunga, dan perang di Ukraina. Tantangan-tantangan ini dapat menyebabkan resesi, yang akan meningkatkan risiko gagal bayar AS pada hutangnya.
Tingkat CDS AS dipantau dengan cermat oleh investor dan pembuat kebijakan. Tingkat CDS yang tinggi dapat membuat pemerintah AS lebih mahal untuk meminjam uang. Ini juga dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan pada perekonomian AS.
Lalu pertanyaan umum, Jika kans AS untuk default hanya 2%, kenapa banyak pelaku ekonomi global yang takut?
Meskipun peluang AS mengalami default hanya sekitar 2%, hal ini tetap dapat menimbulkan kekhawatiran bagi pelaku ekonomi global karena dampaknya yang besar.
Sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia dan sebagai pemegang utama mata uang cadangan global, AS berperan penting dalam kestabilan ekonomi global. Jika AS mengalami default, hal ini dapat memicu krisis keuangan global yang dapat merusak stabilitas ekonomi di seluruh dunia.
Selain itu, AS juga memiliki banyak kewajiban utang kepada pihak luar negeri, seperti pemerintah dan investor asing, sehingga default akan mempengaruhi kredibilitas AS membayar utangnya dan dapat menyebabkan pengurangan investasi asing dan penurunan nilai dolar AS. Oleh karena itu, meskipun peluang default AS masih terbilang kecil, dampaknya yang besar dapat memicu kekhawatiran di kalangan pelaku ekonomi global.
Harga Komoditas
Jika pemerintah AS gagal membayar utangnya, maka kondisi ini akan memiliki dampak sangat merusak pada harga komoditas. Sebab, AS adalah negara dengan ekonomi terbesar dan pemegang utang terbesar di dunia.
Kegagalan ini juga akan menyebabkan hilangnya kepercayaan pada ekonomi AS dan akan memicu penjualan aset. Akibatnya akan menyulitkan AS untuk mengakses pasar modal di masa depan.
Selain itu, gagal bayar utang pemerintah AS juga akan menyebabkan penurunan nilai tukar dolar AS, surat utang AS menjadi kurang menarik bagi investor, dan menurunnya permintaan terhadap dolar AS. Kondisi ini akan membuat lebih mahal bagi AS untuk mengimpor barang dan jasa, yang akan lebih merusak ekonomi.
Dampak dari kegagalan terhadap harga komoditas dan mata uang akan dirasakan di seluruh dunia. AS adalah salah satu negara pengimpor komoditas terbesar, sehingga kegagalan tersebut akan menyebabkan harga komoditas akan melambung tinggi, sehingga berdampak pada kenaikan inflasi yang pada akhirnya menyulitkan bisnis serta konsumen untuk membeli barang dan jasa.
Kegagalan bayar utang AS juga akan menyebabkan penurunan nilai tukar dolar AS. Hal ini akan membuat lebih mahal bagi AS untuk mengimpor barang dan jasa, yang akan lebih merusak ekonomi. Hal ini juga akan membuat lebih sulit bagi perusahaan AS untuk bersaing di pasar global.
Dampak kegagalan bayar utang AS diyakini akan berdampak buruk bagi ekonomi global. Penting untuk diingat bahwa AS belum pernah gagal membayar utangnya dan tidak mungkin akan melakukannya di masa depan. Namun, kemungkinan kegagalan selalu ada dan penting untuk menyadari konsekuensi potensial.
CDS Indonesia
Per tanggal 14 Mei 2023, CDS Indonesia berada pada angka 96,04. Ini berarti investor memperkirakan kemungkinan 1,60%, Indonesia gagal membayar utangnya dalam lima tahun ke depan.
CDS yang telah mengalami tren kenaikan dalam beberapa bulan terakhir, mencerminkan kekhawatiran tentang prospek ekonomi Indonesia. Negara ini menghadapi sejumlah tantangan, termasuk inflasi yang meningkat, defisit transaksi berjalan yang semakin melebar, dan pelemahan nilai tukar rupiah. Tantangan-tantangan ini dapat membuat Indonesia kesulitan memenuhi kewajiban hutangnya.
Tapi sekalai lagi, perlu dicatat, CDS hanya merupakan salah satu ukuran risiko. Ini bukan prediksi apakah Indonesia atau AS akan gagal membayar utangnya atau tidak. Namun, ini merupakan sinyal bahwa investor semakin khawatir tentang kemampuan negara-negara dalam membayar utang.
Penulis : Edhi Pranasidhi – Pengamat Pasar Modal & Founder Indonesia Superstock Community
No Comments