BRIEF.ID – Kebijakan pencampuran etanol ke dalam bahan bakar minyak (BBM) yang diinisiasi pemerintah dinilai dapat mengurangi ketergantungan kepada impor.
Hal itu ditegaskan Guru Besar Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB) Tri Yus Widjajanto. Menurut Tri, secara teknis bahan bakar dengan kandungan etanol terbukti aman digunakan pada kendaraan bermotor modern dan berpotensi membantu menekan emisi karbon.
“Etanol dari tebu, jagung atau singkong itu tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga memperkuat rantai pasok energi domestik. Selama kadar etanolnya diatur dengan benar, kendaraan tidak akan mengalami masalah teknis berarti,” kata Tri dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Ikatan Wartawan Ekonomi Bisnis (IWEB) di Bandung, Jawa Barat, seperti dikutip dari Antara, Senin (13/10).
Tri menambahkan pemanfaatan etanol dapat menekan ketergantungan impor BBM yang selama ini mencapai lebih dari 45% kebutuhan nasional. Selain itu, pengembangan industri bioetanol dalam negeri juga dinilai berpotensi membuka lapangan kerja baru serta meningkatkan nilai tambah bagi produk pertanian nasional.
“Ini langkah strategis untuk membangun kemandirian energi berbasis sumber daya dalam negeri. Pemerintah tinggal memastikan kesinambungan pasokan bahan baku dan infrastruktur distribusinya,” ujarnya.
Sementara itu, pakar kebijakan publik Universitas Padjadjaran (Unpad) Yogi Suprayogi menilai inovasi pemerintah melalui program etanol dan regulasi sumur minyak rakyat dapat menjadi terobosan untuk menekan impor energi.
“Secara konsep, bagus. Kalau masyarakat lokal bisa bekerja sama dengan organisasi atau koperasi rakyat, itu bisa memperkuat ekonomi daerah,” kata Yogi.
Namun, ia mengingatkan agar kebijakan sumur rakyat tetap mengutamakan kesejahteraan masyarakat dan tidak dijadikan alat oleh perusahaan besar untuk meraih keuntungan sepihak. (lsw)