BRIEF.ID – Otoritas Jasa Keuangan atau (OJK) akan meninjau ulang atau review aturan rekening pasif atau dormant, yang telah meresahkan masyarakat akhir-akhir ini.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan review dilakukan secara menyeluruh terhadap aturan rekening perbankan termasuk rekening pasif untuk memberikan kepastian kepada nasabah dan bank.
Menurut dia, review tersebut untuk memperjelas posisi dan hak-hak nasabah maupun bank, agar tidak ada yang dirugikan. Selain itu, untuk mempertegas sanksi terkait penyalahgunaan rekening pasif.
Dian memperingatkan, jika ada nasabah bank yang melakukan transaksi ilegal dengan memanfaatkan rekening dormant, maka konsekuensinya akan sangat berat.
“Kalau terbukti (melakukan transaksi ilegal) akan di-blacklist sebagai nasabah bank mana pun,” kata Dian, beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, masyarakat dihebohkan dengan pernyataan Pusat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait pemblokiran rekening dormant.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavananda, mengatakan pemblokiran dilakukan berdasarkan hasil analisis dalam lima tahun terakhir. Dalam periode tersebut, PPATK menemukan penggunaan rekening dormant untuk kejahatan tanpa diketahui oleh nasabah pemiliknya.
Dari beberapa temuan, diketahui rekening dormant digunakan untuk menampung dana hasil tindak pidana, peretasan, penggunaan nominee sebagai rekening penampungan, transaksi narkotik, korupsi, serta pidana lain.
Berdasarkan hasil analisis ataupun hasil pemeriksaan PPATK sejak 2020, terdapat lebih dari 1 juta rekening yang diduga berhubungan dengan kejahatan.
Dari 1 juta rekening tersebut, lebih dari 150.000 adalah nominee yang diperoleh dari aktivitas jual-beli rekening, peretasan, atau pelanggaran hukum lain.
Kemudian ada 50.000 rekening dormant kemudian teraliri dana ilegal. PPATK juga menemukan lebih dari 10 juta rekening penerima bantuan sosial yang tidak pernah dipakai selama lebih dari tiga tahun. Dana bantuan sosial sebesar Rp2,1 triliun hanya mengendap, dan ada indikasi bahwa penyaluran bantuan sosial belum tepat sasaran.
“Terdapat lebih dari 2.000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran yang dinyatakan dormant, dengan total dana mencapai Rp 500 miliar. Padahal secara fungsi, rekening ini seharusnya aktif dan terpantau,” ungkap Ivan.
Selain itu, PPATK juga menemukan lebih dari 140.000 rekening dormant dalam waktu 10 tahun dengan nilai Rp 428,61 miliar. Keberadaan rekening ini membuka celah besar untuk praktik pencucian uang dan kejahatan lain, yang akan merugikan kepentingan masyarakat atau bahkan perekonomian.
Terkait dengan itu, PPATK telah menghentikan sementara transaksi pada rekening dormant sejak 15 Mei 2025, berdasarkan data yang diperoleh dari perbankan pada Februari 2025.
Ivan menyampaikan, pemblokiran rekening dormant merupakan upaya negara melindungi kepentingan publik. Menurut dia, bank yang menentukan satu rekening apakah berkategori dormant atau tidak.
Setelah itu, PPATK meminta bank menyampaikan data rekening tersebut. “Kami kemudian mendalami tingkat risiko setiap nasabah terhadap penyimpangan,” ungkap Ivan.
Dia menegaskan, pemblokiran rekening dormant bukanlah bentuk perampasan hak masyarakat oleh negara. Ia mengklaim sudah ada jutaan rekening yang diblokir dan diaktifkan kembali setelah pemiliknya mengajukan permohonan ke bank serta PPATK.
“Kami pastikan uang nasabah di rekening yang tidak aktif 100 persen aman dan tidak berkurang,” tutur Ivan. (jea)