BRIEF.ID – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan 6 kebijakan baru untuk menjaga stabilitas keuangan nasional di tengah gejolak pasar ekuitas global.
Pernyataan itu, disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan OJK, di Jakarta, Jumat (11/4/2025).
Mahendra menjelaskan, 6 kebijakan baru tersebut, dikeluarkan OJK menyikapi kondisi fluktuasi pasar keuangan, akibat perang tarif global yang makin memanas, dan berimbas ke emerging market, termasuk Indonesia.
Pertama, kebijakan pembelian kembali atau buyback saham oleh perusahaan tercatat (emiten) di Bursa Efek Indonesia tanpa persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS) bertujuan memberikan fleksibilitas bagi emiten untuk menstabilkan harga saham dalam kondisi volatilitas tinggi.
“Langkah ini juga dapat meningkatkan kepercayaan investor, dan terbukti telah dilakukan emiten, sehingga volatilitas harga saham masih terjaga,” kata Mahendra.
Selain itu, OJK juga menunda pembiayaan transaksi short selling oleh perusahaan efek yang berlaku sampai dengan 6 bulan ke depan.
Kedua, mendukung langkah-langkah strategis pemerintah menanggapi pengenaan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat (AS) kepada Indonesia, yakni melakukan negosiasi dan memitigasi dampak pengenaan tarif terhadap perekonomian nasional.
OJK juga terus menjalin kerjasama dengan Kementerian, Lembaga, maupun stakeholders terkait dalam merumuskan dan mengambil kebijakan strategis yang diperlukan termasuk bagi industri-industri yang terdampak langsung oleh tarif resiprokal itu.
“Ini merupakan upaya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, serta kepercayaan pasar untuk menjaga daya saing dan momentum pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Mahendra.
Ketiga, kebijakan penyesuaian terhadap batasan trading hold pada indeks harga saham gabungan (IHSG) serta penyesuaian batasan auto rejection bawah (ARB).
“OJK melalui bursa efek menempuh kebijakan berupa penyesuaian batasan trading hold dalam hal IHSG yang mengalami pelemahan yang signifikan pada satu hari bursa yang sama dan dua, penyesuaian batasan ARB,” lanjutnya.
Keempat, kebijakan optimalisasi pengelolaan BUMN melalui Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara atau Danantara, sesuai amanat Undang-Undang No 4 Tahun 2023 tentang P2SK.
Melalui kebijakan tersebut, OJK menekankan koordinasi dan sinergi baik dengan BPI Danantara maupun pihak terkait, agar BUMN-BUMN sebagaimana dimaksud tetap dapat tumbuh berkesinambungan dengan mengedepankan praktik manajemen risiko dan tata kelola yang baik.
Kelima, memperkuat sinergi dengan Bank Indonesia (BI) untuk menjaga stabilitas dan meningkatkan ketahanan sektor keuangan serta mendorong intermediasi yang optimal.
Penguatan itu, terutama pada kerja sama terkait akselerasi proses perizinan sinergi pengembangan dan pendalaman pasar keuangan dalam inovasi teknologi dan aset keuangan digital, penguatan edukasi, literasi dan inklusi keuangan, serta perlindungan konsumen dan ketahanan siber.
Keenam, di sisi pengaturan dan pengelolaan data yang terintegrasi, OJK telah menerbitkan POJK 5 Tahun 2025 tentang profesi penunjang di sektor jasa keuangan, serta meluncurkan aplikasi portal data dan metadata sektor jasa keuangan terintegrasi. (jea)