Nyalakan Alarm, CORE Indonesia: Tren Konsumsi Rumah Tangga Terus Melemah

BRIEF.ID – Riset dari Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia menyebut kelesuan konsumsi rumah tangga berlanjut di kuartal II/2025, meneruskan tren pelemahan yang telah dimulai sejak awal tahun ini.

Para peneliti CORE Indonesia dalam risetnya yang dipublikasikan belum lama ini menjelaskan beberapa indikator menunjukkan pelemahan lebih dalam pada periode April-Juni 2025. Melemahnya konsumsi rumah tangga pada triwulan II/2025 dibandingkan dengan triwulan I/2025, tercermin dari melambatnya pertumbuhan tahunan indeks penjualan riil (IPR).

“Pada triwulan II/2025, IPR diproyeksikan hanya tumbuh 1,2% (tahunan). Angka proyeksi ini separuh dari laju IPR pada Januari-Maret 2025 yang sekitar 2,8%. Rendahnya IPR pada triwulan II 2025 adalah alarm bagi konsumsi rumah tangga,” ungkap peneliti CORE Indonesia dalam Mid-Year Economic Review 2025.

Pada triwulan II/2025, bahkan di saat banyak momen liburan, konsumsi non-makanan masyarakat justru berada di bawah indeks 100. Hal itu mencerminkan pasar yang pesimistis. Perlambatan konsumsi non-makanan ini sejalan dengan jatuhnya pertumbuhan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).

Di mana pada triwulan II/2025, IKK terkontraksi 5,1% secara tahunan. Padahal pada Januari-Maret 2025 masih tumbuh 0,7% secara tahunan. Sementara itu, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE), yang mencerminkan kondisi terkini rumah tangga di Indonesia, menurun tajam yakni 6,1% secara tahunan pada triwulan II/2025. Angka ini jauh lebih dalam dari triwulan sebelumnya yang sebesar 0,6%.

Di sisi lain, terhimpitnya konsumsi rumah tangga Indonesia juga tercermin dari pendapatan yang diterima. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja merosot drastis pada kuartal I/2025, dan lebih dalam lagi sepanjang April-Juni 2025.

Pada kedua periode tersebut, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja terpangkas masing-masing 7,7% dan 13,8% secara tahunan. Hal ini juga sejalan dengan jumlah PHK yang meningkat 27,7% pada periode Januari-April 2025, dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Kemnaker, 2025).

“Kontraksi pada indeks ini mencerminkan minimnya pendapatan masyarakat untuk mendorong konsumsi. Minimnya pendapatan masyarakat ini terbukti oleh tren pertumbuhan upah riil yang belum pulih ke level sebelum Covid,” tulis para peneliti CORE menjelaskan.

Pada Februari 2025, pertumbuhan upah riil mencapai 1,9% secara tahunan. Angka itu lebih rendah dari pertumbuhan periode yang sama pada 2019 yang mencapai 2,5%. Selain itu, proporsi pengeluaran konsumsi rumah tangga juga mengonfirmasi seretnya pendapatan masyarakat.

Hal ini tercermin dari terpangkasnya proporsi pengeluaran rumah tangga untuk tabungan (saving). Proporsi tabungan pada kuartal II/2025 mencapai 14,6% dari total alokasi spending rumah tangga, atau menurun dari 16,6% pada periode yang sama tahun lalu.

“Sementara itu, proporsi konsumsi meningkat 1,2% pada periode yang sama. Hal ini mengindikasikan masyarakat terpaksa menggerus tabungan untuk mendorong konsumsi makanan utamanya untuk rumah tangga menengah ke bawah,” tulis peneliti CORE Indonesia dalam laporannya.

Tak hanya itu, tren kondisi tabungan masyarakat pun ikut menurun. Pada kuartal II/2025, rata-rata nominal tabungan rekening di bawah Rp100 juta menurun sebesar 2,4% secara tahunan. Tak hanya itu, kelompok rumah tangga dengan akun rekening Rp100 juta-Rp 1 miliar pun nominalnya terkontraksi 0,23% pada periode yang sama.

Faktor Lain Penggerus Konsumi Rumah Tangga

Di sisi lain, paket stimulus ekonomi yang dikeluarkan pemerintah hanya sebesar 0,8% dari total PDB konsumsi Indonesia pada kuartal I/2025 dengan masa berlaku yang hanya 2 bulan yaitu Juni – Juli. Kondisi ini diperparah dengan dibatalkannya stimulus diskon tarif listrik, padahal biaya listrik menyerap rata-rata 10% total pengeluaran rumah tangga Indonesia.

Dari sisi ketenagakerjaan, himpitan terhadap rumah tangga Indonesia juga tercermin dari minimnya ketersediaan lapangan kerja yang layak. Sepanjang Januari – April 2025, Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) mencatat terjadi lonjakan PHK sebesar 27,7% dibandingkan dengan periode yang sama pada 2024.

Di mana PHK meningkat dari 18.829 pekerja pada Januari-April 2024, menjadi 24.036 tenaga kerja pada Januari – April 2025. Di sisi lain, sebanyak 11,1 juta orang yang bekerja di sektor informal kehilangan kesempatan mendapatkan pekerjaan layak pasca pandemi dalam rentang periode Februari 2020 – Februari 2025.

“Dengan minimnya kesempatan kerja yang layak, wajar jika rumah tangga masyarakat mengerem konsumsi non-esensial. Pada saat yang sama seretnya pendapatan telah memaksa masyarakat menengah ke bawah menggerus tabungan,” kata peneliti CORE menjelaskan.

Untuk itu diharapkan pemerintah dapat memperpanjang paket stimulus ekonomi. Program bantuan tunai langsung perlu diperluas agar dapat menjangkau lebih banyak rumah tangga menengah ke bawah, dengan fokus khusus pada pemulihan kemampuan konsumsi makanan pokok. Pemerintah juga bisa mempertimbangkan kebijakan diskon tarif listrik mengingat biaya listrik menyumbang rata-rata 10% pengeluaran rumah tangga Indonesia.

Share post:

Subscribe

spot_imgspot_img

Popular

More like this
Related

DPR Apresiasi Kemitraan Ekonomi Indonesia-Korea Selatan

BRIEF.ID - Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Erma...

Rekening RHB Sekuritas Dibobol, Bank Permata Lapor OJK

BRIEF.ID - PT Bank Permata Tbk membuat laporan mengejutkan...

PM Anwar Ibrahim Temui Prabowo Bahas Konflik Thailand – Kamboja

BRIEF.ID - Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim akan...

IHSG Melesat ke Level 7.600 Ditopang Saham BRI dan Anak Usaha Sinar Mas

BRIEF.ID - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa...