BRIEF.ID – Kesepakatan antara TikTok dan Pemerintah Amerika Serikat (AS) saat ini berada dalam ketidakpastian. Pada Januari 2025, Mahkamah Agung (MA) AS menguatkan Undang-Undang Protecting Americans from Foreign Adversary Controlled Applications Act (PAFACA), yang mewajibkan ByteDance, perusahaan induk TikTok asal Tiongkok, untuk menjual operasi TikTok di AS atau menghadapi larangan penuh.
Dikutip dari APNews, ByteDance awalnya menolak menjual algoritma inti TikTok, yang dianggap sebagai aset strategis dan tunduk pada kontrol ekspor Tiongkok.
Setelah mendapat tekanan dari pemerintah AS dan potensi larangan, ByteDance mulai mempertimbangkan opsi penjualan sebagian saham kepada investor AS.
Sebuah kesepakatan hampir tercapai pada awal April 2025, dengan rencana untuk memisahkan TikTok menjadi entitas berbasis di AS dengan mayoritas kepemilikan AS, sementara ByteDance mempertahankan saham minoritas.
Ketika Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif baru atas barang-barang Tiongkok, pemerintah Tiongkok akhirnya menghentikan proses persetujuan kesepakatan tersebut .
Seperti diberitakan CNN, untuk memberikan waktu lebih bagi negosiasi, Presiden Trump telah dua kali menunda penerapan larangan TikTok, masing-masing selama 75 hari. Penundaan terbaru memperpanjang batas waktu hingga 19 Juni 2025 . Selama periode ini, TikTok tetap beroperasi di AS, meskipun masa depannya masih belum pasti.
Saat ini, kesepakatan penjualan TikTok di AS masih tertunda, dengan berbagai faktor yang mempengaruhi, termasuk persetujuan dari pemerintah Tiongkok, ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok, serta kekhawatiran keamanan nasional terkait algoritma TikTok. Jika tidak ada kesepakatan yang dicapai sebelum batas waktu yang ditentukan, TikTok berisiko dilarang beroperasi di AS secara permanen.
“Kami ada kesepakatan untuk TikTok, tetapi itu akan bergantung pada Tiongkok. Jadi, kami akan menunda kesepakatan hingga hal ini berhasil dengan satu atau lain cara,” kata Presiden Trump. (nov)