BRIEF.ID – Direktur dan Pendiri Women in Mining and Energy Indonesia (WiME Indonesia) Noormaya Muchlis mengungkapkan, tantangan yang dihadapi saat ini adalah minimnya minat perempuan yang tertarik untuk bersaing di sektor pertambangan dan energi.
Keterlibatan kaum perempuan yang rendah akibat kurangnya rasa percaya diri dan terbatasnya akses ke dunia kerja.
“Terus terang, minimnya populasi perempuan akibat terbatasnya figur perempuan sebagai role models. Ada juga faktor keluarga,” kata Noormaya saat menjadi pembicara pada acara The Energy Insight (The Ensight) bertajuk “No One Left Behind: GESI dalam Transisi Energi” di Gedung Purnomo Yusgiantoro Center (PYC), Jalan Wijaya IX/12, Jakarta Selatan, Sabtu (27/4/2024).
Pembicara lainnya dalam acara itu adalah Ketua Umum PYC Filda Citra Yusgiantoro, Ketua Yayasan Inisiatif Bisnis Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) Tri Mumpuni, Senior GEDSI Expert Chandra Sugarda, dan Dewan Pembina PYC Luky Agung Yusgiantoro.
Noormaya mengaku, saat ini sejumlah perusahaan pertambangan lebih mengutamakan untuk mempekerjakan laki- laki dibandingkan perempuan. Padahal, kata dia, data statistik menunjukkan, sekitar 45 – 46% perempuan menyelesaikan pendidikan tinggi (S1/D3) di bidang STEM (KOPERTIS, 2020).
Selain itu, berdasarkan data UNDP Tahun 2023, Gender Development Index (GDI) Indonesia berada di posisi 87 dari 146 negara.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), hanya sekitar 10%-11% pekerja perempuan yang bekerja di sektor pertambangan atau meningkat sekitar 3% dibanding tahun 2016.
“Dari jumlah yang ada, 27% perempuan berada pada posisi manajerial. Sedangkan, laki laki lebih dari 3 kali lipat dari jumlah manajer perempuan,” jelas Noormaya.
No Comments