BRIEF.ID – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim secara resmi meluncurkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Permendikbudristek PPKSP).
“Beberapa tahun terakhir kami melibatkan berbagai pihak untuk merancang sebuah regulasi yang dapat mencegah dan menangani kekerasan di satuan pendidikan yang pada hari ini akan kita luncurkan bersama yaitu Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan,” kata Nadiem pada Peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-25, di Jakarta, seperti dilansir laman Sekretariat Kabinet, Rabu (9/8/2023).
Permendikbudristek menjadi payung hukum untuk seluruh warga sekolah atau satuan pendidikan. Peraturan ini lahir untuk secara tegas menangani dan mencegah terjadinya kekerasan seksual, perundungan, serta diskriminasi dan intoleransi serta membantu satuan pendidikan dalam menangani kasus-kasus kekerasan yang terjadi, mencakup kekerasan dalam bentuk daring, psikis, dan lainnya dengan berperspektif pada korban.
“Permendikbudristek PPKSP melindungi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dari kekerasan yang terjadi saat kegiatan pendidikan, baik di dalam maupun di luar satuan pendidikan,” kata Nadiem.
Ia menjelaskan, Permendikbudristek PPKSP menjadi bagian penting dalam memenuhi amanat undang-undang (UU) dan peraturan pemerintah (PP) yang bertujuan untuk melindungi anak. Peraturan ini juga menggantikan peraturan sebelumnya yaitu Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
Selain itu, Permendikbudristek PPKSP juga menghilangkan area “abu-abu” dengan memberikan definisi yang jelas untuk membedakan bentuk kekerasan fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual serta diskriminasi dan intoleransi untuk mendukung upaya pencegahan dan penanganan kekerasan.
Selain mengatur tindakan kekerasan, Permendikbudristek ini juga memastikan tidak adanya kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan di satuan pendidikan.
“Peraturan yang baru ini juga tegas menyebutkan bahwa tidak boleh ada kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan, baik dalam bentuk surat keputusan, surat edaran, nota dinas, imbauan, instruksi, pedoman, dan lain-lain,” tegas Mendikbudristek.
Mekanisme Pencegahan
Permendikbudristek PPKSP juga mengatur mekanisme pencegahan yang dilakukan satuan pendidikan, pemerintah daerah, dan Kemendikbudristek, serta tata cara penanganan kekerasan yang berpihak pada korban yang mendukung pemulihan.
Satuan pendidikan juga diamanatkan untuk membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) serta pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas).
“TPPK dan Satuan Tugas perlu dibentuk dalam waktu 6 sampai 12 bulan setelah peraturan ini disahkan, agar kekerasan di satuan pendidikan dapat segera tertangani. Jika ada laporan kekerasan, dua kelompok kerja ini harus melakukan penanganan kekerasan dan memastikan pemulihan bagi korban, sedangkan sanksi administratif diberikan kepada pelaku peserta didik dengan mempertimbangkan sanksi yang edukatif dan tetap memperhatikan hak pendidikan peserta didik,” tandasnya.
Berdasarkan data hasil survei Asesmen Nasional tahun 2022, sebanyak 34,51% peserta didik (1 dari 3) berpotensi mengalami kekerasan seksual, lalu 26,9% peserta didik (1 dari 4) berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,31% (1 dari 3) berpotensi mengalami perundungan.
Temuan itu juga dikuatkan hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) tahun 2021 yakni 20% anak laki-laki dan 25,4 % anak perempuan usia 13 sampai dengan 17 tahun mengaku pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih dalam 12 bulan terakhir.
Data aduan yang diterima Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada perlindungan khusus anak tahun 2022 juga menyebutkan kategori tertinggi anak korban kejahatan seksual, yakni anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis, serta anak korban pornografi dan kejahatan siber sebanyak 2.133.
No Comments