BRIEF.ID – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menekankan pentingnya membangun Indonesia Incorporated sebagai strategi kolektif di tengah dinamika global yang diwarnai ketidakpastian.
Hal tersebut disampaikan Shinta sebagai narasumber di forum diskusi Meet The Leaders yang digelar Universitas Paramadina di Auditorium Benny Subianto Kampus Kuningan Jakarta, Rabu malam (10/9).
Dia menegaskan konsep Indonesia Incorporated ini bukan hanya sekadar gotong royong. “Karena sebenarnya kita ini adalah bagian dari pemegang saham Indonesia. Sebagai bagian pemegang saham kita punya hak dan kewajiban. Hak itu tidak hanya dividen tapi hak bahwa kita bisa menyampaikan sesuatu dan sesuatu yang kita sampaikan itu bisa dilaksanakan atau dikerjakan. Jadi ini bagian daripada salah satu hak kita, tapi kewajiban kita karena ini adalah perusahaan kita, kita juga mesti membantu bagaimana bisa membesarkan perusahaan kita ini menjadi sukses,” ujar Shinta.
Dipandu oleh dosen dan ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, Meet The Leaders kali ini mengangkat tema “Indonesia Incorporated: Driving Job Creation and Economic Resilience in an Era of Global Uncertainty”. Turut hadir dalam acara Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini.
Dalam pemaparannya, Shinta menggambarkan Indonesia yang diharapkan ke depan sebagai negara yang maju dalam karya, adil dalam kesempatan, hijau dalam alam, serta bersatu dalam keragaman. Menurutnya, Indonesia yang maju bukan hanya karena sumber daya atau peluang yang tersedia, tetapi karena karya dan inovasi anak bangsa. Dia menekankan pentingnya berfokus pada inovasi.
Shinta menyoroti bahwa peringkat nilai tambah produk ekspor Indonesia justru menurun, dari peringkat 54 pada tahun 2000 menjadi peringkat 70 pada tahun 2023. Menurut Shinta, kemajuan sejati adalah ketika pertumbuhan ekonomi tidak mengorbankan kualitas lingkungan, dan persatuan dalam keragaman harus menjadi kunci memperkuat bangsa.
CEO Sintesa Group ini juga menyoroti pentingnya investasi pada sumber daya manusia. “Kalau ditanya kunci menuju masa depan Indonesia itu terletak di mana? Nah bagi kami di sini saya khususnya, saya mau menekankan pada investasi manusianya. Kenapa? Karena sebenarnya ini salah satu modal demografi yang sangat besar buat Indonesia,” tukasnya.
Dari total populasi Indonesia 286 juta, sebanyak 153 juta merupakan angkatan kerja aktif. Generasi muda, khususnya 69 juta milenial dan 74 juta Gen Z, memiliki potensi besar karena lahir sebagai digital native, innovative, dan adaptive.
Namun, Shinta mengingatkan adanya hambatan serius dalam penciptaan lapangan kerja. Pada tahun 2024, kebutuhan lapangan kerja mencapai 12,2 juta orang dengan kebutuhan lapangan kerja baru mencapai 4,4 juta orang dan pengangguran existing sebesar 7,8 juta orang. Sedangkan yang terserap hanya 4,8 juta orang.
“Trend ini menunjukkan masalah struktural dalam penciptaan lapangan pekerjaan. Jika melihat trend dalam 7 tahun terakhir ini kita lihat bahwa tenaga kerja yang terserap dalam 1 tahun hanya sebesar 2,4 juta sampai 4,8 juta. Sementara kebutuhan lapangan kerja dalam 1 tahun mencapai 9,5 juta sampai 12,6 juta,” bebernya.
Selain itu, Shinta mengungkapkan kualitas tenaga kerja juga belum sebanding dengan kebutuhan industri. Dari seluruh lulusan, sebesar 36,5% hanya berpendidikan SD dan lulusan S1 baru 12%. Akibatnya, hanya 26% pelaku usaha yang merasa kualitas tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan industri. Persoalan besar lainnya, tambah Shinta, adalah dominasi sektor informal yang hampir mencapai 60%, bahkan menurut data ILO bisa lebih dari 70%.
“Informal sektor didominasi oleh UMKM yang 56 juta UMKM aktif jumlahnya. UMKM adalah kategori jenis/level usaha. Sedang entrepreneurship/wirausaha sekitar 3,5% dari populasi. Entrepreneur harus punya inovasi. Sebagian UMKM bisa dianggap entrepreneur tapi kebanyakan UMKM tidak punya inovasi dan tidak dianggap entrepreneur,” terangnya.
Sebagai perbandingan, tingkat kewirausahaan di Thailand mencapai 4,8% dari populasi, sementara Singapura bahkan berada di level 11%–12%. Shinta menegaskan bahwa peningkatan jumlah wirausaha sejati merupakan kunci bagi pertumbuhan ekonomi sekaligus penciptaan lapangan kerja yang berkualitas.
“Entrepreneurs inilah yang sebenarnya bisa menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan dan bisa meningkatkan perekonomian itu juga dari entrepreneurs. Salah satu upaya yang kami lakukan di Apindo dengan mendorong lebih banyak investasi, melakukan berbagai advokasi kebijakan. Di Apindo kami bergerak dalam pengembangan ekosistem entrepreneurnya. Jadi kita punya namanya pengusaha mengajar,” tutup Shinta. (smu)