BRIEF.ID – Hiruk-pikuk sidang perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden (PHPU) 2024 mendapat perhatian dari internasional dan dipantau oleh Mahkamah Konstitusi (MK) di negara-negara lain.
Hal itu disampaikan Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam sidang PHPU Pilpres 2024, yang berlangsung di Gedung MK, Jumat (5/4/2024). Sidang mendengarkan keterangan empat menteri dari Kabinet Indonesia Maju (KIM), yakni Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy.
Hakim Arief mengungkapkan, majelis hakim memanggil empat menteri itu ke persidangan karena ada dalil dari dua pemohon (paslon nomor 01 dan paslon nomor 03) yang memerlukan penjelasan dari menteri.
Sidang MK, ujarnya, mendapat perhatian publik yang luar biasa di dalam negeri (nasional) dan dunia internasional. Saat dia menghadiri pertemuan para ketua MK sedunia di Venesia, Italia beberapa waktu lalu, para ketua asosiasi MK di dunia mempertanyakan Pilpres dan Pileg di Indonesia.
“Para ketua asosiasi MK dari seluruh dunia, mewakili benua-benua menanyakan kepada saya mengenai Pilpres dan Pileg di Indonesia, ini mendapat perhatian sangat luas, sehingga ada pendidikan sosial dan politik dalam persidangan ini,” jelasnya.
Lebih lanjut, keterangan para menteri itu akan dijadikan bukti oleh hakim dalam sengketa PHPU sekalipun dalam persidangan hari ini mereka tidak disumpah.
Empat menteri yang hadir tidak disumpah, karena telah disumpah saat dilantik menjadi menteri dan sumpah itu melekat hingga ke persidangan saat memberi keterangan.
Arief memaparkan, bahwa Pilpres 2024 penuh hiruk-pikuk dibanding Pilpres 2019 dan Pilpres 2014, karena ada pelanggaran etik di MK dan di KPU. Adapun yang mendapat perhatian luas adalah adalah cawe-cawe kepala negara.
Tak Elok Panggil Jokowi
MK tidak akan memanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk didengarkan keterangannya di persidangan. Alasannya, presiden adalah kepala negara, simbol negara sehingga harus dijunjung tinggi oleh semua stakeholder.
“Apa iya kita panggil presiden? Kelihatan kurang elok, kalau sekadar kepala pemerintahan akan kita hadirkan di persidangan, tetapi karena presiden juga sebagai sebagai kepala negara, simbol negara yang harus dijunjung tinggi semua stakeholder, maka kita panggil pembantunya (menteri) terkait dalil pemohon,” kata Hakim Arief.
“Dalil pemohon menyebut keberpihakan lembaga kepresidenan dan dukungan Presiden Jokowi dalam Pilpres memunculkan cawe-cawe, keterlibatan ASN TNI-Polri yang tidak netral. Ada dugaan Pj gubernur, bupati, wali kota ikut bermain yang perlu dibuktikan dan peran serta lurah, kepala desa ikut cawe-cawe dan menggalang massa dan bansos yang dianggap korelasi dengan elektoral,” sambung dia.
Terkait kehadiran empat menteri dan bukan Jokowi, Ketua Tim Tim Demokrasi Keadilan Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis mengatakan, bahwa kedatangan empat menteri itu atas nama Presiden Jokowi.
Soal tidak elok memanggil Jokowi, Todung menilai pernyataan Hakim Konstitusi Arief bijaksana dan dia tidak mau bersikap tidak proporsional di sidang PHPU.
“Kita serahkan ke majelis hakim, kalau kita memaksakan, kita seperti melakukan over doing dan kita tidak mau lakukan itu,” tambah Todung.
No Comments