Lagi, lagi setiap tahun selalu ada saja gangguan istilah sell in May and Go away. Sejatinya adagium “Sell in May and Go away” tidak mengindikasikan bahwa pasar saham pasti akan turun setiap bulan Mei. Adagium ini hanya menggambarkan tren musiman di pasar saham, di mana pasar saham cenderung lebih lemah selama musim panas.
Dalam 20 tahun terakhir, ada beberapa tahun di mana pasar saham turun selama bulan Mei. Dan, ada juga tahun di mana pasar saham naik selama bulan Mei. Tren pasar saham selama bulan Mei juga dapat dipengaruhi berbagai faktor, seperti kondisi ekonomi global, kebijakan bank sentral, dan peristiwa politik.
Jika kita ingin mengetahui kinerja pasar saham selama bulan Mei dalam 20 tahun terakhir di Amerika Serikat, berikut data indeks yang dirilis S&P 500, periode bulan Mei 2002 hingga 2021.
Pada tahun 2002 disebutkan terjadi penurunan -6,05%. Tahun 2003 5,74%, 2004 (-1,15%), 2005 (3,16%), 2006 (1,44%), 2007 (3,53%), 2008 (-8,20%), 2009 (5,31%), 2010 (-8,20%), 2011 (-1,39%), 2012 (-6,27%), 2013 (2,08%), 2014 (2,34%), 2015 (1,05%), 2016 (1,53%), 2017 (1,16%), 2018 (-6,58%), 2019 (-6,58%), 2020 (4,76%), dan 2021 (0,70%).
Berdasarkan data di atas, pasar saham selama bulan Mei dapat mengalami kenaikan atau penurunan, tergantung pada berbagai faktor.
Sementara itu, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama bulan Mei dalam 21 tahun terakhir adalah sebagai berikut: Tahun 2002: -2,05%, 2003 (7,49%), 2004 (1,17%), 2005 (5,35%), 2006 (-1,60%), 2007 (10,15%), 2008 (-10,68%), 2009 (15,19%), 2010 (-3,08%), 2011 (-2,58%), 2012 (-8, 81%), 2013 (-2,75%), 2014 (-0,97%), 2015 (1,11%), 2016 (-0,32%), 2017 (2,32%), 2018 (-5,25%), 2019 (-2,01%), 2020 (-3,72%), 2021 (1,51%), dan 2022 (-0,01%).
Fluktuasi Harga
Seperti pada pasar saham di Amerika Serikat, kinerja IHSG selama bulan Mei juga mengalami fluktuasi dan tergantung pada berbagai faktor. Penting untuk melakukan analisis fundamental terhadap saham-saham yang ingin diinvestasikan dan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pasar saham.
“Sell in May and Go Away” adalah sebuah pepatah atau adagium dalam dunia investasi saham yang menggambarkan pola musiman atau tren pasar saham, khususnya di bursa saham Amerika Serikat. Adagium ini menyiratkan bahwa investor sebaiknya menjual saham pada bulan Mei dan menunggu sampai bulan September atau Oktober untuk kembali membeli saham.
Asal muasal adagium ini belum jelas dan diperdebatkan oleh para ahli. Beberapa orang mengatakan bahwa adagium ini berasal dari Inggris pada abad ke-18, di mana para investor kelas atas meninggalkan kota London selama musim panas dan menjual saham mereka sebelum pergi. Namun, tidak ada bukti yang jelas untuk mendukung klaim ini.
Ada beberapa teori yang menyebutkan bahwa adagium “Sell in May and Go Away” berasal dari tradisi taruhan balap kuda di Inggris yang terkait dengan St Leger Day. St Leger Day adalah hari ketika balap kuda St. Leger Stakes digelar di Doncaster, Inggris pada bulan September.
Menurut tradisi, para investor akan menjual saham mereka pada bulan Mei, pergi berlibur selama musim panas, dan baru kembali membeli saham lagi menjelang St. Leger Day. Hal ini diyakini terjadi karena para investor yang kaya pada masa lalu seringkali juga terlibat dalam industri perjudian, termasuk balap kuda.
Meskipun demikian, teori ini tidak memiliki bukti yang kuat dan masih menjadi spekulasi. Adagium “Sell in May and Go Away” lebih umum dihubungkan dengan fluktuasi musiman dalam aktivitas perdagangan dan likuiditas pasar saham, terutama di bulan-bulan musim panas ketika sebagian besar investor sedang berlibur.
Hindari Kerugian
Pada dasarnya, adagium “Sell in May and Go Away” didasarkan pada pola historis bahwa pasar saham cenderung melemah selama musim panas, terutama pada bulan Juni hingga Agustus, karena kebanyakan investor dan pelaku pasar mengambil cuti dan berlibur selama periode ini.
Beberapa investor memilih untuk menjual saham pada bulan Mei untuk menghindari potensi kerugian selama musim panas dan kembali membeli saham pada akhir musim panas atau awal musim gugur.
Namun, perlu diingat bahwa adagium ini bukanlah strategi investasi yang pasti menguntungkan dan tidak selalu berhasil setiap tahunnya. Setiap investor harus mempertimbangkan situasi pasar saham dan kondisi keuangan perusahaan sebelum membuat keputusan untuk membeli atau menjual saham. Penulis : Edhi Pranasidhi – Pengamat Pasar Modal & Founder Indonesia Superstock Community
No Comments