BRIEF.ID – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengatakan, perubahan hukum sesuai selera politik berbahaya bagi masa depan Indonesia.
Hal ini, menjadi topik yang disorot Mahfud dalam upaya mengawal penegakan hukum di Indonesia pasca Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Setelah menyelesaikan perjalanan menjadi calon wakil presiden (Cawapres) nomor urut 3 di Pilpres 2024, dan mundur dari jabatan Menko Polhukam, Mahfud bertekad akan mengawal hukum di Indonesia.
“Saya tetap akan berjuang untuk demokrasi keadilan dan penegakan hukum. Untuk itu, saya sudah mulai mengatur jadwal kuliah di kampus-kampus, saya sudah mulai aktif di berbagai diskusi-diskusi Civil Society untuk bicara masa depan Hukum Indonesia,” kata Mahfud, dalam acara Special Dialogue di Metro TV, yang dipantau di Jakarta, pada Selasa (7/5/2024).
Menurut Mahfud, kontestasi Pilpres 2024 membuatnya menyadari ada sesuatu yang mengerikan dalam sistem hukum yang bisa membawa kehancuran bagi masa dengan Indonesia.
Ia juga menyoroti perubahan beberapa peraturan pemerintah, bahkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) berkekuatan hukum tetap, yang ternyata disesuaikan dengan kebutuhan politik.
“Saya ngeri melihat Indonesia di masa depan kalau tidak dari sekarang disadari, setiap ada kontestasi politik lalu hukum diubah dan disesuaikan dengan kebutuhan politik hancur bangsa kita ini,” ujar Mahfud.
Pejabat dan Penjahat
Dia mengungkapkan, hukum juga diubah karena ada kebutuhan politik antara pejabat dan penjahat, di mana yang satu mengoperasikan politik, dan yang satu membiayai politik.
Hubungan yang dilandasi kepentingan politik ini sangat rentan dan berpotensi menimbulkan perpecahan dan saling berkhianat, jika tak lagi memiliki kebutuhan yang sama.
“Kalau ini terjadi, wah bahaya itu, akan timbul saling pengkhianatan di antara mereka dan itu membahayakan Negara,” ungkap Mahfud.
Sementara di sisi yang lain, lembaga yang mengawal hukum tidak lagi dipercata, misalnya Mahkamah Konstitusi yang mendapat sorotan negatif terkait putusan yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres.
Itu sebabnya, putusan MK terkait permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang mengukuhkan hasil pemilu dan mengabaikan berbagai kecurangan diterima tapi tidak membuat masyarakat memiliki harapan dan rasa percaya kepada MK.
Mahfud juga menyoroti penambahan jabatan politik di pemerintahan saat masa penyelenggaraan pemilu untuk menjaring dukungan, dan hal itu dilakukan terang-terangan.
“Nah siapa yang mau memperbaiki ini? Ke depan, saya bayangkan ngeri kalau setiap ada pemilu terjadi seperti itu, bisa bahaya. Nah itu, menurut saya harus ada yang mengawal dengan ketat agar negara ini tidak hancur,” tutur Mahfud.
Dia mengungkapkan, aturan hukum harus ditegakkan dan disterilkan dari kebutuhan atau kepentingan politik apalagi terkait dengan kontestasi pemilu yang hanya 5 tahun sekali dan untuk segelintir orang.
Ke depan, penegakkan hukum harus didasarkan pada kepentingan bangsa, melindungi segenap masyarakat, dan tidak diubah berdasarkan kepentingan politik sesaat agar hukum menjadi kekuatan Indonesia untuk menjadi negara maju.
Terkait dengan itu, Mahfud menegaskan memilih berada di luar pemerintahan dan akan terus mengedukasi masyarakat sipil agar menyadari ancaman bagi Indonesia jika hukum tidak ditegakkan dan diubah hanya demi kepentingan politik sesaat. (Jeany Aipassa)
No Comments