BRIEF.ID – Direktur Eco Bhinneka Muhammadiyah, Hening Parlan mengungkapkan, urusan lingkungan adalah everybody business dan tidak menjadi domain salah satu agama.
“Sama sekali bukan. Urusan lingkungan adalah everybody business. Semua orang. Bahkan, orang yang tidak beragama, ateis atau saudara-saudara yang menganut aliran kepercayaan sekali pun meyakini bahwa bumi adalah satu dan itu satu untuk semua,” kata Hening saat menjadi pembicara pada Konsultasi Sinodal Ekologi GPIB 2024 yang diselenggarakan di Pekanbaru, Riau, Jumat (7/6/2024).
Selain Hening, pembicara lainnya pada Diskusi Panel 1 bertajuk “Komitmen Green Policy dan Partisipasi Pembangunan Ekologi Berkelanjutan Menuju Keutuhan Ciptaan,” Pendeta Jimmy Sormin dari Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Nelson Sitohang (Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau), Efriyeldi (Universitas Riau/UNRI), dan AKBP Iwan Manurung (Wadir Reskrimus Polda Riau).
Hening mengingatkan bahwa agama bukan sekadar untuk peribadahan atau menghubungkan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.
“Logikanya, kita sering menyatakan hubungan manusia dengan alam adalah jembatan emas menuju hubungan dengan Tuhan. Kalau hubungan kita dengan alam rusak. Misalnya, kita sebagai orang muslim mau wudhu tapi airnya kotor, tidak bisa dipakai, dan najis, kita tidak bisa shalat. Jadi hubungan kita dengan Tuhan itu kudus,” kata dia.
Pada kesempatan itu, Hening juga memperkenalkan Eco Bhinneka Muhammadiyah. Disebutkan Eco Bhinneka Muhammadiyah adalah program yang bertujuan untuk membangun komunitas lintas agama yang tangguh dan inklusif demi mendukung Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (KBB) melalui pendekatan pelestarian lingkungan.
“Saya membagikan apa yang sudah dilakukan Eco Bhinneka Muhammadiyah, khususnya di 4 regional, yaitu Pontianak, Ternate, Surakarta, dan Banyuwangi, untuk berkolaborasi dengan teman-teman lintas iman dalam melestarikan lingkungan,” kata Hening.
Selain itu, ia juga menyampaikan keterlibatan Eco Bhinneka Muhammadiyah pada kegiatan GPIB Bekasi melalui kegiatan “Muda Mudi Beraksi.”
“Kami ikut menanam mangrove bersama dan melakukan bakti sosial lainnya, dan bagaimana Muhammadiyah terbuka menjalin komunikasi dan silaturahmi dengan tokoh-tokoh lintas iman yang lainnya,” kata dia.
Sebelumnya, Ketua II Fungsionaris Majelis Sinode (FMS) GPIB Pendeta Manuel Raintung mengatakan, Konsultasi Ekologi dimulai dengan internalisasi pemahaman Gereja Ramah Lingkungan (GRL) dan praktik Eco Church yang terus disosialisasikan GPIB kepada Jemaat di wilayah pelayanan, yang tersebar di 26 provinsi Indonesia.
Green-Education, liturgi, dan habitus ini diharapkan menumbuhkan wawasan dan perilaku mencintai alam dan lingkungan.
“GPIB juga berkomitmen untuk menerapkan Green Policy yang mencerminkan tanggung jawab gereja sebagai sahabat atau saudara alam. Kebijakan ini dibuat sebagai panduan praktis yang mengarahkan seluruh anggota gereja berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang mendukung keberlanjutan lingkungan,” kata Pendeta Manuel.
Disebutkan, salah satu aspek penting yang terus diusung adalah pembangunan kemitraan strategis dengan korporasi atau pelaku bisnis dan industri yang berbasis pemanfaatan sumber daya alam.
“Green Collaboration ini bertujuan untuk melihat peluang untuk pilot projects yang sangat mungkin dimasuki Gereja untuk restorasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat di mana Gereja hadir,” kata dia.
Lebih lanjut Pendeta Manuel mengatakan, peluang partisipasi kemitraan gereja, sektor swasta, dan pemerintah dalam sinergi gerakan pro lingkungan yang diinisiasi GPIB, diharapkan meluas pada sinergisitas antara gereja, komunitas, dan sektor swasta lainnya.
“Kolaborasi ini diharapkan dapat menghasilkan inovasi dan solusi yang berkelanjutan, tidak hanya bagi anggota gereja tetapi juga bagi masyarakat dan lingkungan secara keseluruhan,” ujar dia.
Hal senada juga diungkapkan Ketua Departemen Germasa GPIB Penatua Irjen Pol (Purn) Alex Mandalika. Ia berharap Konsultasi Sinodal Ekologi GPIB 2024 dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi umat untuk menjadi rekan Allah di tengah konteks krisis lingkungan saat ini.
Kegiatan ini juga diharapkan dapat menjadi contoh dan inspirasi bagi gereja-gereja lain serta komunitas luas untuk mengambil peran aktif dalam menghadapi tantangan lingkungan masa kini.
“Melalui kolaborasi, edukasi, dan aksi nyata, GPIB sedia dirangkul dan merangkul untuk mewujudkan lingkungan yang berkelanjutan untuk generasi yang akan datang,” kata Alex.
No Comments