Libur Akhir Tahun, Ujian Amanah Akademik

BRIEF.ID – Akhir tahun 2025 bertepatan dengan rangkaian libur Natal dan Tahun Baru (Nataru): tanggal merah 25–26 Desember yang bersambung dengan akhir pekan, serta libur semester bagi sebagian besar satuan pendidikan. Bagi banyak orang, ini adalah waktu rehat. Namun bagi dunia pendidikan dan birokrasi, momentum ini justru sarat makna muhasabah: berhenti sejenak, menoleh ke belakang, dan menimbang kembali amanah yang telah dan belum ditunaikan.

Dalam konteks ASN, portofolio dan pertanggungjawaban kinerja guru, dosen, pejabat struktural maupun fungsional bukan sekadar kumpulan dokumen administratif. Ia adalah cermin tanggung jawab profesional dan rekam jejak moral. Di dalamnya tercatat proses pembelajaran, inovasi pedagogik, kebijakan yang diambil, serta nilai-nilai yang diwariskan kepada peserta didik dan masyarakat. Demikian pula bagi mahasiswa, tugas akademik bukan hanya sarana memperoleh nilai, melainkan latihan kejujuran intelektual, disiplin berpikir, dan tanggung jawab ilmiah.

Di sinilah Misi Kurikulum Cinta (KBC) Kementerian Agama RI menemukan relevansinya. KBC hadir untuk membentuk insan berakhlak mulia melalui lima pilar cinta: cinta kepada Tuhan, diri dan sesama, ilmu pengetahuan, lingkungan, serta tanah air. Pendidikan tidak lagi dipahami semata sebagai transmisi pengetahuan, tetapi sebagai proses pemanusiaan yang menumbuhkan kasih sayang, empati, moderasi, dan kepedulian sosial. Libur akhir tahun menjadi ruang reflektif untuk menguji sejauh mana nilai-nilai cinta tersebut benar-benar hidup dalam praktik pendidikan dan birokrasi kita.

Kehidupan ibarat perjalanan panjang dengan lintasan dinamis: tanjakan terjal, turunan yang menenangkan, dan jalan datar yang kerap melalaikan. Masa lalu menjadi pengalaman, masa kini kenyataan, dan masa depan harapan. Karena itu manusia membutuhkan rambu agar tetap selamat hingga tujuan. Al-Qur’an menegaskan: “Berbekallah, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa” (QS Al-Baqarah: 197). Dalam konteks inilah muhasabah menemukan relevansinya.

Muhasabah adalah seni berhenti sejenak untuk mengoreksi arah. Sayyidina Umar bin Khattab menasihatkan, “Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab.” Rasulullah SAW pun bersabda bahwa orang cerdas adalah mereka yang mengevaluasi diri dan beramal untuk kehidupan setelah mati (HR. Tirmidzi). Al-Qur’an mengingatkan: “Hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok” (QS Al-Hasyr: 18). Dari spirit ini, setidaknya terdapat lima pelajaran penting bagi akademisi dan pejabat struktural di masa libur akhir tahun.

Pertama, muhasabah sebagai wahana mengoreksi diri; Introspeksi membantu menilai ulang perjalanan peran: apakah kehadiran kita menumbuhkan cinta kepada Tuhan dan sesama, atau justru melahirkan jarak, ketegangan, dan formalitas kering nilai. Pilar cinta kepada Tuhan dan kemanusiaan dalam KBC menuntut setiap pendidik dan birokrat menghadirkan keteladanan moral, bukan sekadar kepatuhan prosedural.

Kedua, muhasabah sebagai upaya memperbaiki diri; Evaluasi tidak berhenti pada penyesalan, tetapi berlanjut pada perbaikan nyata. Dalam semangat cinta terhadap ilmu, KBC mendorong peningkatan kualitas pembelajaran, layanan akademik yang berempati, serta kebijakan pendidikan yang memuliakan martabat peserta didik.

Ketiga, muhasabah sebagai momentum mawas diri; Allah mengingatkan bahwa anggota tubuh kelak akan menjadi saksi atas perbuatan manusia (QS Yasin: 65). Pilar cinta terhadap diri dan sesama mengajarkan kewaspadaan etis: setiap kebijakan, keputusan akademik, dan tindakan administratif harus bebas dari penyalahgunaan wewenang dan kekerasan simbolik;

Keempat, muhasabah memperkuat komitmen amanah; Dalam perspektif cinta terhadap tanah air, kualitas pengabdian diukur dari kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa. Dunia akademik dan birokrasi menuntut kejujuran, konsistensi, dan keberanian melampaui laporan kinerja menuju dampak sosial yang berkelanjutan.

Kelima, muhasabah menumbuhkan rasa syukur dan tahu diri; Cinta terhadap lingkungan dan kehidupan mengajarkan kerendahan hati. Menyadari keterbatasan diri sekaligus nikmat amanah yang diterima akan menjaga profesionalisme tetap bernilai ibadah dan pelayanan publik tetap berjiwa kasih.

Dengan demikian, libur akhir tahun bukan sekadar jeda aktivitas, melainkan ujian amanah. Rehat boleh, tetapi tanggung jawab moral tidak pernah libur. Di situlah muhasabah, dalam spirit Kurikulum Cinta Kemenag, menjelma sebagai energi baru untuk melanjutkan perjalanan pendidikan dengan arah yang lebih lurus, manusiawi, dan bermakna. Wallahu A’lam.

Dikutip dari laman resmi Kementerian Agama RI. Penulis: Prof. Dr. H. Ahmad Rusdiana, MM (Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung)

Share post:

Subscribe

spot_imgspot_img

Popular

More like this
Related

Rosan Menghadap Presiden Prabowo Bahas Kampung Haji Indonesia di Mekkah

BRIEF.ID - CEO Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Rosan...

Libur Nataru, Sebanyak 10,11 Juta Orang Gunakan Angkutan Umum

BRIEF.ID – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melaporkan sebanyak 10.117.847 orang...

KTT G20, Polandia Tidak Gantikan Posisi Afsel

BRIEF.ID – Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyatakan bahwa Polandia...

Musibah Menjadi Jalan Pemulihan Iman

BRIEF.ID – Musibah banjir dan longsor yang melanda Provinsi...