BRIEF.ID – Kerja Sama Operasi Sucofindo-Surveyor Indonesia (KSO SCISI) berkomitmen mendukung pemerintah dan pengusaha menghadapi tantangan perekonomian Tahun 2025 dan meraih pertumbuhan berkelanjutan.
Hal itu, disampaikan Pimpinan KSO SCISI, Nurhayati Rachman, pada acara Economic & Trade Outlook 2025 yang dihadiri sedikitnya 300 pelaku usaha perdagangan dan importir, di Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Acara tersebut, dibuka oleh Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Dyah Roro Esti Widya Putri, yang juga memberikan sambutan melalui siaran video. Dalam sambutannya, Wamendag mengajak seluruh pemangku kepentingan sektor perdagangan dapat berkontribusi positif.
“Mari kita bersama-sama mencari solusi atas problem yang terjadi akibat situasi perekonomian saat ini dan mempersiapkan diri menghadapi tahun 2025 dengan optimisme dan strategi yang tepat,” kata Wamendag Dyah.
Sementara Pimpinan KSO SCISI, Nurhayati Rachman, mengatakan acara Economic & Trade Outlook 2025 merupakan upaya KSO SCISI untuk mempererat hubungan perusahaan dan pelanggan dalam menghadapi tantangan ekonomi tahun ini.
Melalui 5 pembicara yang dihadirkan dalam acara tersebut, KSO SCISI berharap ada input strategis yang diberikan kepada para pelanggan perseroan di awal tahun ini.
“Kami berharap kegiatan ini dapat memberikan input strategis bagi para pengusaha dalam membuat keputusan bisnis berdasarkan fakta, data, dan analisis,” ujar Nurhayati.
Ia mengingatkan bahwa situasi global dan domestik belakangan ini telah berdampak bagi importir maupun eksportir. Untuk itu, KSO SCISI berkomitmen memberikan dukungan terbaik, demi mencapai pertumbuhan berkelanjutan di tengah gejolak perekonomian global.
Adapun 5 pembicara dalam acara Economic & Trade Outlook 2025, dihadirkan untuk mengulas kondisi perekonomian terkini dan proyeksi ke depan.
Mereka adalah Ketua Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (APREGINDO) Handaka Santosa, Kepala Bidang Regulasi Asosiasi Gabungan Perusahaan Industri Elektronika dan Alat-alat Listrik Rumah Tangga (GABEL) Harry Wibowo, Wakil Pimpinan KSO SCISI Rohindra Meison, Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal, dan Ekonom Senior Hendri Saparini.
Menurut Handaka, salah satu tantangan pedagang ritel yang harus dihadapi saat ini adalah penurunan jumlah kelas menengah.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, jumlah kelas menengah Indonesia menurun dari 57,33 juta pada 2019 lalu menjadi 47,85 juta pada 2024.
Penurunan jumlah kelas menengah ini merupakan sinyal bagi penurunan konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Meski demikian, Handaka melihat masih ada peluang bagi pedagang ritel melihat data jumlah rekening bank di atas Rp5 miliar justru bertambah. Selain itu, ada potensi peralihan orang kaya yang belanja di luar negeri sebesar Rp324 triliun.
CEO Sogo ini, juga menyoroti banyaknya impor barang ilegal yang menekan daya saing pedagang ritel legal. Barang-barang ilegal itu diperjualbelikan secara online.
Terkait dengan itu, Handaka berharap ada upaya cerdas dan cermat untuk menghentikan peredaran barang ilegal ini. “Barang ilegal ini memangkas pendapatan pemerintah dari bea masuk, PPN dan PPh impor, biaya survei, safeguard dan lain-lainnya,” ungkap Handaka.
Nilai Tukar Rupiah
Sementara Harry Wibowo, Direktur General Affairs PT Panasonic Manufacturing, mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga menjadi tantangan di tahun ini hingga tahun depan.
Menurut Harry, industri elektronika dan peralatan rumah tangga mengalami tekanan pelemahan nilai tukar rupiah seiring terpilihnya Donald Trump sebagai presiden dan kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat yang belum menurunkan suku bunga acuan.
“Tekanan terjadi karena sebagian besar bahan baku atau suku cadang industri elektronika itu impor,” kata Harry.
Dia mengungkapkan, tantangan lain bagi industri elektronika adalah digitalisasi. Pelaku industri elektronika bisa melakukan efisiensi, kualitas produk yang baik dan mengambil keputusan berbasis data dengan digitalisasi.
“Kendalanya, yaitu digitalisasi ini membutuhkan biaya investasi yang cukup besar, sedangkan perusahaan umumnya mencadangkan belanja Capex di tengah ketidakpastian perekonomian,” tutur Harry.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menyoroti berbagai tantangan perekonomian lain, yakni belum jelasnya arah kebijakan pemerintah untuk meningkatkan konsumsi atau pendapatan masyarakat khususnya bagi kelas menengah.
Menurut dia, selain pelemahan daya beli masyarakat, faktor belanja pemerintah untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi juga masih terganjal dengan keterbatasan fiskal.
“Karena itu, CORE Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini berkisar 4,8% sampai dengan 5%. Proyeksi pertumbuhan ekonomi masih jauh dari target pemerintah yang ingin mencapai target sebesar 8%,” kata Faisal.
Sedangkan ekonom senior Hendri Saparini, mengatakan perekonomian dapat saja tumbuh lebih tinggi, jika pemerintah mampu mengoptimalkan berbagai potensi yang ada melalui kebijakan yang tepat dan mengedepankan kepentingan nasional.
“Revitalisasi dan industrialisasi, misalnya, dapat dijadikan sebagai cara jitu untuk menumbuhkan ekonomi secara lebih baik,” ujar Hendri Saparini.
Sementara itu, Wakil Pimpinan KSO SCISI, Rohindra Meison, mengungkapkan perseroan siap membantu para pengusaha dan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi.
Dia memastikan bahwa KSO SCISI mengedepankan independensi, profesionalitas, dan kehati-hatian dalam menjalankan peran sebagai lembaga pemastian.
“Kami ingin memastikan untuk memberikan pelayanan yang maksimal sehingga perdagangan dan perekonomian dapat berjalan sesuai yang kita harapkan,” kata Rohindra.
Sebagai informasi, KSO SCISI merupakan Kerja Sama Operasi antara dua BUMN di bidang jasa pemastian yaitu PT Sucofindo dan PT Surveyor Indonesia, sebagai Surveyor Pelaksana Verifikas