BRIEF.ID – Nepal tengah dilanda gejolak politik besar setelah aksi demonstrasi antipemerintah yang dimulai pada Jumat (5/9) berujung pada kerusuhan luas. Gelombang unjuk rasa yang dipicu oleh ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi ekonomi dan korupsi itu memaksa Perdana Menteri KP Sharma Oli mengundurkan diri pada Selasa (9/9).
Kemarahan publik kian memuncak setelah anak-anak pejabat kerap memamerkan gaya hidup mewah di media sosial, sementara tingkat pengangguran terus meningkat. Data Bank Dunia menunjukkan tingkat pengangguran pemuda usia 15–24 tahun mencapai 20,8 persen pada 2024. Situasi diperburuk dengan kebijakan pemerintah yang memblokir media sosial tidak terdaftar, langkah yang dianggap sebagai pembatasan kebebasan berekspresi.
Kronologi kerusuhan dipicu mulai Agustus 2025 ketika Mahkamah Agung Nepal memerintahkan pengaturan media sosial, yang diikuti dengan kebijakan pemerintah pada Kamis (4/9/2025) yang memblokir berbagai platform media sosial yang belum terdaftar. Selanjutnya pada Senin (8/9/2025), generasi muda menggelar unjuk rasa besar di Kathmandu yang meluas ke kota lain. Aksi yang semula berjalan dengan damai tersebut berakhir ricuh.
Selasa (9/9/2025), kerusuhan meluas, termasuk pembakaran Gedung DPR, Kantor Presiden, serta rumah Perdana Menteri. Demonstran bahkan menyerbu rumah para menteri. Perdana Menteri KP Sharma Oli akhirnya menyatakan mundur, disusul Presiden Ram Chandra Poudel yang juga melepaskan jabatannya.
Dilansir dari Kantor Berita Antara, tentara mengambil alih kekuasaan sementara sejak Selasa (9/9/2025) malam, dengan pengerahan pasukan ke seluruh negeri demi menjaga ketertiban. Militer juga memberlakukan larangan aktivitas publik sejak Rabu (10/9/2025) dan menutup seluruh bandara di Nepal.
Berdasarkan laporan Anadolu per Kamis (11/9/2025), korban jiwa akibat kerusuhan mencapai 34 orang, sementara 1.368 orang lainnya dilaporkan mengalami luka-luka. (ano)