BRIEF.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunda kehadiran Bendahara Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem), Ahmad Sahroni, di sidang kasus korupsi mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), pada Rabu (29/5/2024).
Jaksa KPK, Meyer Simanjuntak, mengatakan kehadiran Ahmad Sahroni ditunda karena Majelis Hakim meminta pemeriksaan terlebih dahulu dilakukan terhadap saksi yang berada di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Selain itu, Ahmad Sahroni juga mengajukan penundaan karena harus menghadiri kegiatan di Komisi III DPR RI. Ahmad Sahroni menjadi anggota DPR periode 2019-2024 dan merupakan saksi tambahan yang diajukan KPK di luar BAP.
“Yang Mulia menyampaikan untuk saksi di berkas dulu, sedangkan Pak Sahroni juga menyampaikan sudah ada kegiatan di Komisi III. Jadi ini seperti gayung bersambut,” kata Meyer.
Dia mengungkapkan, KPK menjadwalkan pemanggilan Sahroni pada sidang pekan depan, antara Senin (3/6/2024) atau Rabu (4/6/2024). Hal tersebut kembali bergantung pada penyelesaian sidang pemeriksaan saksi yang ada dalam BAP.
Meyer menjelaskan, pemeriksaan Ahmad Sahroni di persidangan bertujuan untuk mengonfirmasi pengembalian dana dari Partai NasDem sekitar Rp800 juta terkait kasus SYL.
Selain Ahmad Sahroni, KPK juga akan memanggil anak SYL, Indira Chunda Thita, pada persidangan kasus korupsi SYL, pekan depan. Thita, dalam persidangan, disebut menjadi salah satu keluarga SYL yang juga menikmati aliran uang korupsi SYL.
Dalam kasus tersebut, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Kasdi Subaagyono dan Muhamad Hatta merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
Dalam kasus tersebut, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
No Comments