BRIEF.ID – Pada hari Jumat, 26 Mei 2023, pasar saham Wall Street dan global menguat tajam menyusul kabar gembira dari hasil pertemuan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden bersama lawan politiknya dari Partai Republik, yang juga Ketua DPR AS (US House), Kevin McCarthy sepakat menaikkan plafon utang AS untuk mencegah terjadinya default alias gagal bayar.
Kedua pihak, baik Presiden Biden bersama jajaran politisi Partai Demokrat dan McCarthy beserta Partai Republik sama sekali tidak melakukan selebrasi atas keberhasilan pencapaian “kesepakatan sementara” terkait kenaikan ambang batas utang (debt ceiling).
Sikap diam ini menggambarkan bahwa kubu Partai Demokrat maupun kubu Partai Republik sama-sama tidak mendapatkan apa yang diinginkan secara penuh.
Presiden Biden menyebut kesepakatan yang dicapai sebagai kompromi. Di sisi lain, sementara Ketua DPR AS (US House) Kevin McCarthy mengatakan kebijakan ini ditempuh demi rakyat Amerika.
Menurut sejumlah sumber, kesepakatan itu sekarang sedang diformulasikan redaksionalnya untuk selanjutnya akan diajukan ke Senat untuk dimintakan persetujuan.
Isi kesepakatan, antara lain batas utang akan dinaikkan senilai US$ 4 triliun selama periode 2024-2025, dengan syarat belanja militer hanya akan naik sebesar US$ 1,0% dan belanja negara lebih difokuskan pada penciptaan tenaga kerja bagi penduduk miskin AS.
Sebelumnya, Presiden Biden menginginkan McCarthy beserta Partai Republik menyetujui kenaikan ambang batas utang senilai US$ 1,5 triliun untuk tahun fiskal 2022-2023. Kesepakatan prinsipil itu tercapai pada pembicaraan melalui telepon yang berlangsung selama 90 menit, pada Jumat (26/5/2023) malam.
Di Atas Ambang Batas
Sampai saat ini, total utang pemerintah AS mencapai US$ 31,4 triliun atau berada di atas ambang batas US$ 31 triliun seperti yang ditetapkan pada tahun 2019.
Pertanyaan kunci adalah, apakah dunia sudah boleh sepenuhnya bergembira dengan berlanjutnya kenaikan harga-harga saham di Wall Street dan pasar global? Jawabannya, tentu saja, belum tentu.
Baik anggota Partai Republik maupun Partai Demokrat sama-sama mempunyai waktu 72 jam sejak Senin 29 Mei 2023 untuk mempelajari kesepakatan itu. Dan, pertarungan seungguhnya akan terjadi di Senat.
Sebagai catatan, Kongres AS mempunyai terdiri atas dua badan, yaitu DPR dan Senat. Di DPR terdapat 435 kursi dan Senat ada 102 kursi. Masa bakti anggota DPR AS adalah selama dua tahun dan Senat masa baktinya enam tahun.
Hal ini berarti, walau posisi kedua badan di bawah Kongres AS itu sangat penting, kedudukan anggota Senat tampaknya lebih deliberative alias lebih bepengaruh dan konsultatif.
DPR AS pada beberapa minggu lalu sudah memberikan persetujuan atas kenaikan debt ceiling usulan Presiden Biden.
Pertarungan seungguhnya justru akan terjadi di Senat. Baik Demokrat maupun Republik sama-sama menguasai 50 kursi. Sementara itu dua kursi lainnya dimiliki anggota independen yang keduanya berkaukus dengan Demokrat.
Pada situasi seperti ini, Presiden Biden dan Partai Demokrat memerlukan 60 suara untuk memuluskan kesepakatan yang telah dicapai bersama McCarthy.
Tambahan 9 sampai 10 suara dari Partai Republik diperkirakan akan sangat sulit diraih mengingat banyak anggota Partai Republik yang keberatan terhadap proposal kenaikan debt ceiling. Di sisi lain, beberapa anggota Partai Demokrat yang progresif pun tampaknya enggan untuk mendukung Presiden Biden.
Jika situasinya seperti ini, pasar dunia masih akan galau menunggu hasil rapat Senat AS, yang rencananya akan digelar sebelum 1 Juni 2023.
Jika tidak tercapai kesepakatan alias Demokrat kalah, maka bersiap-siaplah…
Penulis: Edhi Pranasidhi/Pengamat Pasar Modal & Founder Indonesia Superstock Community