BRIEF.ID – Indonesia menang dalam sengketa dagang dengan Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait diskriminasi terhadap produk kelapa sawit. Panel WTO memutuskan bahwa Uni Eropa telah melakukan diskriminasi dengan memberikan perlakuan kurang menguntungkan atas biofuel berbahan baku kelapa sawit dari Indonesia dibandingkan produk serupa yang berasal dari Uni Eropa, seperti rapeseed dan bunga matahari.
Selain itu, WTO juga menilai bahwa Uni Eropa gagal meninjau data yang digunakan untuk menentukan biofuel dengan kategori alih fungsi lahan kelapa sawit berisiko tinggi (high ILUC-risk) dan terdapat kekurangan dalam penyusunan serta penerapan kriteria dan prosedur sertifikasi low ILUC-risk dalam Renewable Energy Directive (RED) II.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa regulasi seperti European Union Deforestation Regulation (EUDR) bukanlah fenomena baru. Sejak abad XVI, Eropa telah mengimpor berbagai komoditas dari Indonesia, termasuk minyak kelapa sawit. Namun, regulasi yang semakin ketat saat ini mencerminkan perubahan tuntutan masyarakat Eropa terhadap standar lingkungan dan ketenagakerjaan.
“Kemenangan Indonesia di WTO atas kasus gugatan Uni Eropa terkait CPO akan berdampak pada aturan EUDR. Aturan tersebut merupakan sikap setengah hati negara Barat terhadap produk sawit Indonesia,” kata Airlangga saat menghadiri World Governments Summit di Dubai, Persatuan Emirat Arab (PEA), Kamis (13/2/2025).
Airlangga mengatakan, Uni Eropa menghadapi tantangan dalam menjaga keseimbangan antara regulasi dan pertumbuhan ekonomi. Tekanan masyarakat atas standar lingkungan dan ketenagakerjaan mendorong berbagai aturan baru yang idealnya bersifat sementara.
“Jika tidak dikelola dengan baik, regulasi ini justru dapat menghambat pertumbuhan ekonomi mereka sendiri,” kata dia. (nov)