Kegaduhan Pemilu 2024, Dimulai Sejak Pemilihan Anggota KPU dan Bawaslu

March 8, 2024

BRIEF.ID – Kegaduhan Pemilu 2024 sudah terjadi sejak pemilihan anggota dan ketua penyelenggara pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang sarat intervensi partai politik (parpol).

Kegaduhan pemilu itu berlanjut pada tahap masa kampanye, pemungutan suara hingga perhitungan suara, yang menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap).

Hal itu disampaikan mantan Ketua Bawaslu periode 2012-2017, Prof Muhammad Alhamid saat diwawancara mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad pada Podcast “Speak Up” yang disiarkan kanal Youtube, Kamis (7/3/2024).

Menurut dia, kecurangan Pemilu 2024 yang terstruktur, sistematis, dan massif (TSM) serta brutal dapat dilihat secara kasat mata mulai dari proses seleksi 7 anggota KPU dan 5 anggota Bawaslu,  periode 2022-2027 di Komisi II DPR RI.

Untuk diketahui, KPU dan Bawaslu adalah penyelenggara pemilu. Dalam proses seleksi anggota KPU dan Bawaslu sudah menimbulkan kegaduhan dan mengurangi kepercayaan publik. Pasalnya, beberapa hari sebelum berlangsung uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi II DPR sudah beredar nama yang  akan  ditetapkan sebagai anggota KPU dan Bawaslu.

Nama-nama itu menimbulkan pro dan kontra, kemudian dilakukan fit and proper test. Hasilnya, nama-nama yang lolos persis sama dengan nama yang beredar sebelum fit and proper test.

“Lazimnya sebelum dan setelah fit and proper test berbeda. Bagaimana DPR menjelaskan kalau ini bukan didesain, kalau satu  namapun tidak ada yang berbeda. Nalar kita sulit memahami,” katanya.

Selain itu, penentuan ketua KPU dan ketua Bawaslu juga diintervensi parpol, sehingga pleno sempat tertunda beberapa kali. Berdasarkan UU Pemilu Nomor 7/2017 bahwa penentuan ketua KPU dan Bawaslu itu ditentukan oleh internal/anggota dan tidak boleh diitentervensi.

Tahap Pemilu

Lebih lanjut Alhamid menuturkan,  proses kecurangan berlanjut pada proses tahapan pemilu, yakni perhitungan suara. Hasil perhitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) berbeda setelah di-input ke Sirekap.

Dia menyebut, menurut KPU bahwa Sirekap hanya alat bantu, tetapi malah menjadi sumber kegaduhan. Data yang diunggah pada C1 dengan di C Plano berbeda, padahal satu TPS maksimal 300 suara. Bahkan, ada satu TPS yang jumlah suara sampai ribuan.

“Sirekap adalah alat bantu aplikasi yang dibuat KPU untuk menyampaikan hasil pemilu. Tetapi, sayangnya Sirekap tidak berhasil meyakinkan kita sebagai pemilih, mengawal kemurnian suara dari TPS ke rekapitulasi di kecamatan. Hampir di tingkat TPS tidak ada masalah,” jelasnya.

Mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) 2017-2022 menuturkan, bahwa petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tidak berani mengubah data karena rakyat bisa langsung mengoreksi.

Kecurangan mulai muncul ketika rekapitulasi di tingkat kecamatan (PPK), karena yang bisa menghadiri rekapitulasi suara terbatas yakni petugas KPPS pemilu, saksi parpol dan pengawas pemilu.

Setelah rekapitulasi di tingkat kecamatan, maka data masuk ke Sirekap dan menimbulkan kegaduhan karena tidak sesuai  data C1.

Alhamid menegaskan, kesalahan-kesalahan pada Sirekap semestinya tidak boleh terjadi dan tidak bisa ditoleransi, karena sekretariat KPU didukung dengan anggaran dan sumber daya manusia (SDM) yang luar biasa.

“Juga didukung pemerintah, seharusnya tidak boleh ada kesalahan. Harus zero tolerance,” tuturnya.

Kegaduhan yang ditimbulkan Sirekap  membuat publik mendesak dilakukan audit forensik. Permintaan audit juga disampaikan tim paslon nomor 01 dan paslon nomor 03, namun ditolak KPU dengan alasan Sirekap pernah diaudit.

“Kalau tidak curang kenapa risih diaudit? Dua asas pemilu mendasar yang harus dilakukan KPU adalah transparansi dan akuntabilitas. Kalau bersedia diaudit, lakukan oleh auditor independen yang kredibilitasnya sudah diakui. Apakah Sirekap dipersiapkan dengan baik. KPU tidak mau diaudit, bagi saya ini pertanyaan besar. Kenapa takut?” ujarnya.

Penggelembungan Suara PSI

Pada kesempatan itu, Alhamid juga menyinggung penggelembungan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dipimpin anak Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep.

Dikatakan, dua pekan sebelum pencoblosan pada 14 Februari 2024, tak satu pun lembaga survei menyebut PSI bakal lolos ke DPR. Tapi, dia memprediksi perolehan suara parpol ini akan melampaui ambang batas parlemen sebesar 4%.

“Apakah KPU mau memeriksa setiap C1 anomali suara di TPS? Ada TPS tertentu yang menggelembungkan suara PSI. Kecurangan itu adalah suara partai dialihkan kepada partai tertentu,” kata dia. Perpindahan suara ini biasanya terjadi pada suara parpol karena pengawasannya tidak seketat pengawasan suara calon anggota legislatif (caleg).

No Comments

    Leave a Reply