Kabinet Gemuk Bentukan Prabowo Jadi Biang Kerok Investor Asing Hengkang,  Kenapa?

BRIEF.ID – Kabinet gemuk yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto dinilai menjadi penyebab dasar atau biang kerok investor asing hengkang dan ogah berinvestasi di Indonesia.

Hal itu, mengemuka dalam diskusi online bertema “Tentara Polisi Menguat, Rupiah Bursa Ekonomi Melemah” yang digelar Dirty Vote, melalui akun X, pada Selasa (18/3/2025).

Diskusi tersebut menghadirkan   pembicara Direktur Center of Economic
& Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, ekonom lingkungan Bank Dunia Jakarta, Andhyta F Utami, Farid Gaban dari Ekspedisi Indonesia Baru, Ketua Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia, Sri Rahmawati, dan moderator Dandhy Laksono dari Dirty Vote.

Menurut Andhyta yang akrab disapa Afu, hengkangnya investor asing dari pasar keuangan Indonesia mulai terlihat sejak pelantikan Presiden Prabowo Subianto dan pembentukan Kabinet Indonesia Merah Putih pada akhir Oktober 2024.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang pada akhir Oktober 2024 berada di level 7.700, perlahan tergerus seiring dengan jatuhnya harga saham-saham berkapitalisasi besar di Bursa Efek Indonesia (BEI), dipicu aksi jual investor asing.

Bahkan pada Selasa (18/3/2025), IHSG sempat dibekukan sementara (trading halt) menjelang penutupan sesi I perdagangan, karena mengalami penurunan tajam hingga 5%. Pada akhir perdagangan Selasa, IHSG ditutup turun 3,84% atau 248,55 poin ke level 6.223.

Sementara itu, nilai tukar (kurs) rupiah juga terus melemah sejak pelantikan Presiden Prabowo dan Kabinet Merah Putih. Pada 21 Oktober 2024, kurs rupiah berada di level Rp15.481, sedangkan pada penutupan perdagangan Selasa (18/3/2025), rupiah terkoreksi 0,31% atau 56 poin ke level Rp16.406 per dolar Amerika Serikat (AS).

“Sejak prabowo naik jadi presiden, tren penurunan saham dan rupiah sudah terjadi.  Hal ini sebenarnya sudah menunjukkan asing tidak percaya dengan pemerintahannya, terutama dengan kabinet gemuk yang dibentuk, meskipun pidato dan narasi yang dibangun Prabowo seolah menunjukkan Indonesia akan melanjutkan program strategis dari Presiden Joko Widodo dan membawa  pertumbuhan ekonomi menembus 8%,” kata Afu.

Menurut dia, bagi investor asing, narasi patriotik yang kerap disampaikan Prabowo dalam pidato di berbagai kesempatan, tidak cukup. Investor asing justru lebih peka untuk menilai arah dan dampak dari kebijakan pemerintahan Prabowo.

“Apalagi banyak narasi yang kontradiksi dengan kebijakan yang diberlakukan, itu sebabnya ketika IHSG ambruk saat ini, pemerintah seharusnya berkaca soal kebijakan yang diterapkan, seperti efisiensi anggaran, dan lain-lain,” ujar Afu.

Pernyataan senada juga disampaikan Farid Gaban. Menurut dia, konsolidasi pemerintahan yang ditunjukkan Prabowo dengan menggandeng mantan presiden Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), serta membentuk kabinet gemuk yang diisi perwakilan partai pendukung dan stafnya, justru membuat investor asing tidak percaya pada pemerintahannya, karena mengindikasikan praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Konsolidasi yang dilakukan Prabowo, justru mengindikasikan pemerintahan Indonesia mundur ke era Orde Baru, di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, yang merupakan mantan mertuanya.

“Saya pernah menulis ini saat Suharto jatuh. Konsolidasi pemerintahan yang dilakukan bagi asing justru dianggap sebagai praktek KKN. Dan ini justru menngkhawatirkan bagi investor baik yang sudah berinvestasi, atau yang ingin masuk, karena menilai konsolidasi pemerintahan dengan kabinet gemuk justru mencerminkan praktek KKN terselubung,” kata Farid.

Defisit Anggaran

Sementara Bhima menyampaikan, investor asing juga memperhatikan fokus kebijakan pemerintah Indonesia, yang justru menyimpang dari narasi pro rakyat yang selalu disampaikan Prabowo.

Salah satu pemicu terbesar hengkangnya investor asing dari Indonesia, yang tercermin dari penurunan IHSG dan rupiah secara drastis, adalah kebijakan efisiensi anggaran dan pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).

Di satu sisi, Prabowo menyatakan efisiensi anggaran dilakukan untuk memotong pos-pos yang boros dan menjadi celah korupsi untuk dialokasikan pada program Makan Bergisi Gratis (MBG).

Kenyataannya, program MBG yang menjadi prioritas pemerintahan Prabowo justru belum berjalan maksimal selama 100 hari pemerintahannya.

Sementara program-program strategis yang menggerakan pembangunan dan menjadi multiflier efect bagi perekonomian, seperti proyek Ibu Kota Negara (IKN) dan infrastruktur justru dipangkas bahkan dihentikan pembangunannya.

“Efisiensi anggaran yang dilakukan, bukan membuat investor percaya dengan pemberantasan korupsi yang digaungkan Prabowo, malah makin menimbulkan ketidakyakinan terhadap perekonomian Indonesia ke depan,” kata Bhima.  

Apalagi efisiensi anggaran tersebut memicu defisit anggaran, yang semakin melebar karena penerimaan negara lebih rendah dari belanja negara. Penerimaan negara dari sisi pajak turun signifikan, sementara belanja negara terutama untuk gaji PNS meningkat seiring kabinet gemuk.

Dia mengungkapkan, pemerintah selalu menyampaikan bahwa kondisi ekonomi Indonesia saat ini, yang antara lain ditandai dengan jatuhnya IHSGd an rupiah, disebabkan faktor global, antara lain dampak perang dagang yang digaungkan Presiden AS, Donald Trump.

Faktanya, saat IHSG dan rupiah terpuruk pada perdagangan Selasa (18/3/2025), mayoritas bursa saham dan mata uang Asia justru ditutup menguat atau berada di zona hijau.

Hal ini menunjukkan tingkat kepercayaan investor asing terhadap pasar keuangan Indonesia semakin rendah, bahkan di bawah kondisi saat pandemi Covid-19.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) pada 10-13 Maret 2025, investor asing tercatat menarik modalnya sebesar Rp10,15 triliun dari pasar saham. Sepanjang tahun ini, investor asing sudah menarik modal sebesar Rp26,92 triliun dari pasar saham.

“Data ini menjadi jawaban bahwa faktor domestik menjadi penyebab utama hengkangnya investor asing dari Indonesia, sehingga pemerintah perlu melakukan mitigasi untuk memulihkan kepercayaan pelaku pasar, bukan dengan intervensi dari otoritas saja, tetapi dari kebijakan yang tidak kontradiktif,” kata Bhima.

Lalu apa yang harus dilakukan pemerintah dan masyarakat menyikapi kondisi perekonomian Indonesia yang mengkhawatirkan saat ini?

Farid menyampaikan, pemerintah harus bisa menghidupkan kembali peran koperasi, yang menjadi kekuatan ekonomi Indonesia di era kemerdekaan, yang kini makin tergeser bahkan nyaris mati.

Selain itu, subsidi agar biaya produksi pada produksi Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia terutama di sektor pertanian dan kelautan harus ditingkatkan. Petani dan nelayan Indonesia harus menjadi fokus kebijakan pemerintahan, mendapat dukungan subsidi, agar terus mampu berproduksi dan menjadi sumber kekuatan ekonomi Indonesia.

Fokus dan Konsisten

Sementara Bhima menilai Prabowo harus menunjukkan fokus dan konsisten dengan kebijakannya, terutama memprioritaskan program-program yang dapat memulihkan perekonomian dan kepercayaan pasar.

Daripada mendorong revisi Undang-Undang TNI, yang tidak terlalu urgent di tengah tekanan perekonomiaan saat ini, pemerintahan Prabowo justru harus fokus mendorong kebijakan untuk program-program prioritas yang menjadi daya tarik investasi.

Pembangunan IKN, infrastruktur, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang menjadi prioritas selama Pemerintahan Presiden Jokowi dan menarik investasi asing, kini tidak lagi menjadi fokus, padahal menjadi bagian dari janji kampanye Prabowo.  

Selain itu, program penghapusan utang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) harus dilakukan, agar dapat bangkit dan menggerakan ekonomi masyarakat, juga menyerap tenaga kerja yang banyak terkena dampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

“Saran saya ke masyarakat ikat pinggang dulu deh. Jangan flexing, jangan konsumtif. Kembali lah ke zaman Covid-19, belanja kita lebih utama untuk kebutuhan makanan yang bisa membuat bertahan hidup, dan saling membantu lah bagi yang mampu,” kata Bhima.

Untuk investasi, Bhima mendorong investor lokal yang memiliki modal untuk masuk ke ORI dan SUKUK, justru di saat asing ke luar, supaya bisa menopang ekonomi negara.

Bhima juga mengingatkan semua pihak jangan memberikan ruang sekecil apapun terhadap bangkitnbya fasisme ekonomi yang akan memunculkan konflik.

Dia juga mendorong masyarakat sipil untuk menyuarakan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang justru tidak pro rakyat.

“Gerakan sipil harus menyuarakan pajaki 50 orang kaya di Indonesia, pajaki asetnya bukan penghasilan orang kaya itu, karena pajak mereka bisa menghidupkan 50 juta rakyat Indonesia,” tutur Bhima.

Sementara Sri Rahmawati, mendorong buruh berusaha memberdayakan ekonomi mandiri untuk mengantisipasi ancaman PHK yang meningkat.

“Belajar keterampilan sebagai sumber ekonomi kreatif, agar bisa siap saat terkena PHK. Dari serikat, kami sudah melakukan pemberdayaan kepada buruh, antara lain pelatihan pembuatan sabun tradisional, yang bisa dijual ke masyarakat,” ungkap Sri.

Dia juga menilai revisi UU TNI sebaiknya ditunda, karena akan memicu meningkatnya ketidakpercayaan publik, dan mengindikasikan ancaman represif terhadap masyarakat, seperti yang terjadi di masa orde baru.

Afu menambahkan revisi UU Militer yang kini sedang dibahas DPR menunjukkan pemerintah tidak punya sense of crisis terhadap kondisi negara, dan apa yang paling dibutuhkan masyarakat.

“Revisi UU Militer justru semakin menambah panjang daftar kebijakan yang tidak urgent tapi dipaksakan terburu-buru, ini makin menimbulkan tanda tanya ada agenda besar apa TNI begitu diupayakan untuk diperkuat? apa yang harus diantisipasi masyarakat sipil supaya dominasi TNI dan tekanan seperti orde baru kepada masyarakat sipil tidak kembali lagi? Masyarakat sipil harus bersatu, menjaga ruang check and balance yang sudah terbangun sama-sama di era reformasi,” ungkap Afu. (jea)

Share post:

Subscribe

spot_imgspot_img

Popular

More like this
Related

BSI & Kementerian PPN/Bappenas Jalin Kolaborasi Kembangkan Ekosistem Ekonomi Syariah

BRIEF.ID - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus...

Pemerintah Gelar Sidang Isbat Penetapan 1 Syawal 1446 Hijriah, 29 Maret 2025

BRIEF.ID -  Kementerian Agama akan menggelar sidang penetapan (isbat)...

OJK Izinkan Buyback Saham Tanpa RUPS di Tengah Fluktuasi Pasar

BRIEF.ID - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengizinkan perusahaan terbuka...

IHSG Kembali Menghijau, Investor Cermati Hasil Rapat Dewan Gubernur BI

BRIEF.ID - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa...