BRIEF.ID – Kwik Kian Gie, ekonom senior dan mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Keuangan, dan Industri, dikabarkan meninggal dunia pada Senin Malam (28/7/2025) pada usia 90 tahun. Kabar duka tersebut datang dari Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno.
Kwik Kian Gie merupakan nama besar dengan rekam sejarah yang panjang dalam dunia ekonomi dan politik di Indonesia. Lahir dari keluarga keturunan Tionghoa di Pati, Jawa Tengah, pada 11 Januari 1935, Kwik muda mengeyam studi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (1956) kemudian berlanjut ke Nederlandsche Economische Hogeschool (kini bernama Erasmus Universiteit) di Rotterdam, Belanda.
Selesai studi pada Juli 1963, Kwik sempat berkarir sebagai asisten atase kebudayaan dan penerangan Kedutaan Besar RI di Den Haag, selama satu tahun, kemudian berkarir sebagai direktur di Nederlands Indonesische Goederen Associatie (1964–1965) dan menjadi direktur perusahaan perkebunan NV Handelsonderneming IPILO, Amsterdam, (1965–1970).
Kembali ke Indonesia dengan membawa sebuah keluarga kecil pada 1970, suami dari mendiang Dirkje Johanna de Widt (gadis Belanda yang dipersunting Kwik muda) ini mulai mengembangkan karirnya di dunia bisnis dan keuangan. Ia memimpin lembaga keuangan nonbank, yaitu Indonesia Financing & Investment Company selama tiga tahun dari 1971-1974. Ia juga membuka usaha pengelolaan perkebunan di bawah PT Jasa Dharma Utama di mana ia menjadi Direktur Utama, serta mendirikan PT Altron Panorama Electronics yang merupakan agen tunggal dan distributor beberapa barang elektrik dan elektronik.
Pada 1987, Kwik hengkang dari dunia bisnis (meski hingga 1990 namanya masih tercatat sebagai direktur utama PT Altron Niagatama Nusa). Bagi analis ekonomi yang senantiasa berpenampilan konservatif ini, kegiatan bisnis bukan tujuan utama, melainkan batu loncatan ke dunia yang lebih dicintainya, yaitu pendidikan dan politik.
Kwik pun mewujudkan mimpi masa mudanya, yaitu mendirikan sebuah sekolah untuk meningkatkan pendidikan masyarakat Indonesia. Bersama dua rekannya Kaharudin Ongko dan Djoenaedi Joesoef, ia mendirikan Institut Bisnis Indonesia (IBI) yang kemudian berkembang menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Institut Bisnis dan Indormatika Kwik Kian Gie (IBI KKG), dan menjabat Ketua Dewan Direktur sejak 1987.
Pada masa-masa ini, Kwik juga menuangkan pemikirannya melalui buku karyanya “Saya Bermimpi Jadi Konglomerat” terbitan Gramedia Pustaka Utama pada 1993 serta “Analisa Ekonomi Politik Indonesia” tahun 1994.
Di bidang politik, Kwik terjun langsung dengan bergabung bersama Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri. Di partai dengan logo kepala banteng tersebut, Kwik masuk ke Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) partai sekaligus menduduki posisi Kepala Balitbang PDI pada 1991 – 1998.
Meski kemudian pemerintah menyingkirkan Megawati dari PDI, ia tetap konsisten membela dan mendukung putri dari mendiang proklamator RI tersebut karena Kwik menilai positif sisi kemanusiaan Megawati. Saat PDI Perjuangan yang merupakan pecahan dari PDI berdiri, Kwik berperan sebagai fungsionaris. Reformasi yang berkobar yang menyebabkan keruntuhan pemimpin Orde Baru dan Presiden RI selama 32 tahun, Soeharto, memberi ruang gerak yang bebas bagi Kwik yang aktif di PDI-P. Pada 1999, Kwik masuk ke Senayan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, kemudian terpilih menjadi Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI dari PDI-P pada 1999.
Peran Kwik Kian Gie di politik dan pemerintahan mencapai puncaknya saat ia mendapatkan amanat sebagai Menteri Koordinator Ekonomi (1999-2000) pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid – lebih populer dengan panggilan Gus Dur, dengan wakilnya Megawati. Ketika Gus Dur dimakzulkan dari kursi Kepresidenan dan Megawati menjadi orang nomor satu di Republik Indonesia, Kwik Kian Gie kemudian menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional & Kepala Bappenas (2001-2004).
Meskipun telah menjadi menteri, Kwik tidak pernah kehilangan daya kritisnya. Bahkan dalam kapasitasnya sebagai Menteri PPN/Kepala Bappenas, ia sempat mengancam akan mundur dari jabatannya itu jika Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) tetap diperpanjang, karena perpanjangan waktu pembayaran utang para konglomerat bermasalah itu dianggapnya tidak adil dan mengorbankan rakyat.
Nama Kwik Kian Gie sempat masuk radar dan dianggap layak diperhitungkan untuk menjadi calon presiden pada Pemilu Presiden 2009, sebuah wacana yang berkembang sejak Pemilu Presiden 2004. Sosok penerima Bintang Mahaputera Adipradana tahun 2005 ini sempat diusulkan sebagai calon presiden dari independen, namun regulasi undang-undang (UU) saat itu belum memperbolehkan.
Pada Pemilu Presiden 2019, Kwik Kian Gie berperan penting menjadi salah satu penasihat ekonomi dari pasangan calon No. Urut 02, Prabowo Subianto – Sandiaga Uno.
Terlepas dari sepak terjangnya di dunia ekonomi dan politik, Kwik terus bergerak di dunia pendidikan. Ayah dari tiga anak ini aktif Yayasan Trisakti, Yayasan Pengembangan Perguruan Tinggi Swasta se- Indonesia Pusat (Yapptis-Pusat), hingga Yayasan Presetya Mulya.
Ia juga menjadi Ketua Bidang Ekonomi di Badan Komunikasi Penghayatan Kesatuan Bangsa Pusat (Bakom-PKB Pusat).
Tidak ketinggalan, Kwik terus aktif menulis dengan menjadi kolumnis berbagai surat kabar dan majalah untuk masalah-masalah terkait ekonomi dan manajemen.
Kini Kwik Kian Gie telah berpulang. Di akhir usianya yang panjang hingga 90 tahun, jejak hidup dan pemikiran yang ditinggalkan Kwik Kian Gie untuk Indonesia dan rakyatnya dapat menjadi warisan pembelajaran bagi generasi di bawahnya. (Ano)