BRIEF.ID – Pakar geopolitik pada Pusat Penelitian Center for Geopolitics and Geostrategy Studies Indonesia (CGSI) Andi Widjajanto mengatakan, Indonesia perlu memiliki undang-undang tentang keamanan siber untuk menjaga ketahanan nasional.
“Yang harus dilakukan, arsitektur keamanan siber, itu memang belum lengkap,” kata anggota Dewan Pakar CGSI Andi Widjajanto pada Seminar Nasional Geopolitik dan Seostrategi di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (23/11/2023).
Saat ini, lanjut Andi, Pemerintah baru menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 47 tahun 2023 pada Juli 2023, yang mengatur tentang strategi keamanan siber nasional dan manajemen krisis siber.
Di tataran ASEAN, mantan gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) itu mengatakan bahwa Indonesia adalah negara terakhir yang memiliki peraturan itu.
Sementara itu, dari sisi kelembagaan, saat ini Indonesia sudah memiliki Badan Sandi dan Siber Nasional (BSSN), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), unit siber di TNI, Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN).
“Dari sisi kelembagaan, sudah mulai muncul embrionya; tetapi kalau bergerak ke atas lagi, misalnya, lubang yang paling utama itu adalah undang-undang,” jelas Andi.
Saat ini, Indonesia belum memiliki instrumen hukum berupa UU yang spesifik terkait keamanan siber. Indonesia baru memiliki UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
Ia berharap rencana pembentukan UU keamanan siber dapat kembali bergulir setelah Pemilu Serentak 2024. Draf UU tersebut sempat batal masuk pembahasan di DPR RI pada tahun 2017-2019.
Mantan Sekretaris Kabinet itu juga menambahkan UU merupakan salah satu bagian dari arsitektur keamanan siber, selain doktrin, regulasi, kebijakan, anggaran, dan sumber daya manusia (SDM). (ANTARA)
No Comments